“Islam adalah agama yang paling pesat perkembangannya di Eropa dan Amerika Serikat.” —New York Times
Lembaga riset asal Amerika Serikat (AS) Pew Research Center (PRC) memprediksi, Islam akan menjadi agama terbesar di dunia pada 2075. Hal ini terjadi seiring dengan terus bertambahnya kelahiran di keluarga Muslim. Hasil riset yang dilansir the Guardian, beberapa waktu lalu itu juga menyebut, selama dua dekade mendatang jumlah bayi yang lahir dari keluarga Muslim akan menyalip jumlah bayi yang lahir dari keluarga Kristen.
Pada 2020, jumlah Muslim mencapai kurang lebih 25 persen dari sekitar 7.7 miliar jiwa penduduk dunia. Pertumbuhan Islam itu, harus diakui banyak disumbang dari proses perpindahan iman (mualaf) yang mulai marak pasca tragedi 9/11 di Amerika. Namun sejatinya perpindahan iman tersebut telah terjadi jauh sebelum itu. Berikut 5 tokoh mualaf manca negara yang mampu membawa perubahan dalam sejarah dunia.
1. Berke Khan (1209- 1266), penakluk Eropa Timur dari Mongol.

Berke Khan adalah cucu Jenghis Khan, penakluk kenamaan Mongol. Ia adalah orang Mongol pertama yang memeluk Islam. Ia berkuasa pada tahun 1257 hingga syahidnya di medan perang pada 1266. Kekuasaannya meliputi Rusia, Bulgaria, Rumania dan wilayah Kaukasus. Selanjutnya Berke memperluas kekuasaannya hingga ke Polandia dan Lithuania.
Berke bersama saudaranya Batu Khan, mendapatkan mandat untuk menaklukan Eropa Timur, bersamaan dengan Hulaghu Khan, cucu Jengis Khan lain yang mendapatkan tugas untuk menaklukan Asia Tengah dan Timur Tengah yang ketika itu dibawah kekuasaan dinasti Muslim Abbasiyah.
Dalam perjalanannya menuju Rusia, rombongan Berke berpapasan dengan kafilah dagang Muslim di kota Bukhara. Pasukannya lalu menginterogasi mereka, dan Berke sangat terkesan oleh keberanian, ketenangan, dan ketangkasan ulama yang menjadi juru bicara dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan pasukannya. Berkepun kemudian memeluk Islam, diikuti banyak pengikutnya.
Pada saat yang sama ia mendengar berita kebrutalan yang dilakukan Hulaghu pada saat menaklukan wilayah dinasti Abbasiyah. Sepupunya itu melakukan pembantaian terhadap penduduk yang tidak berdosa, merusak warisan ilmu yang dimiliki, serta menghancurkan berbagai bangunan bersejarah. Berke sangat marah dan kecewa bercampur malu.
Maka ketika Syaifudin Qutuz, sultan Mamluk penguasa Mesir, memintanya untuk membantu menghadapi pasukan Hulaghu, Berke dengan senang hati mengabulkan permintaan tersebut. Di kemudian hari pasukan gabungan Berke dan Mamluk dalam perang Ain Jalut yang fenomenal tersebut dikenang sebagai penyelamat dunia Islam dari kebrutalan bangsa Mongol. Mereka berhasil menghentikan laju pasukan Hulaghu dan mempertahankan wilayah Mesir, Syria, dan Hijaz dari serangan pasukan Mongol yang kejam.
2. Zaganos Pasha ( 1446 – 1461 M), penasehat Sultan Muhammad al-Fatih.

Zaganos Pasha adalah seorang penganut Kristen asal Albania. Ia direkrut menjadi Yenicheri, pasukan elit kesultanan Turki Utsmani. Seperti Yenicheri lainnya, ia dibekali ilmu agama Islam, administrasi pemerintahan, dan pelatihan militer. Ia ditunjuk menjadi mentor dan penasihat calon raja ketujuh Dinasti Utsmani Sultan Muhammad al-Fatih yang ketika itu masih sangat belia.
Saat al-Fatih dilantik sebagai raja Utsmani, Zaganos yang juga masih relative muda diangkat menjadi seorang menteri. Zaganos selalu dilibatkan dalam semua urusan negara, terutama rencana penaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Dalam pengepungan Konstantinopel, pasukannya yang pertama kali berhasil mencapai menara benteng yang dikenal sangat kokoh tersebut. Zaganoslah yang menancapkan bendera Turki di atap Menara. Dan atas prestasinya itu, salah satu menara di benteng Konstantinopel dinamakan dengan namanya yaitu Menara Zaganos Pasha.
Zaganos dikenal sangat loyal dan penuh semangat. Ia berhasil membantu mengembalikan tekad dan semangat para pasukan yang pada saat itu sempat dilanda keputus-asaan karena selama beberapa bulan pengepungan tidak juga berhasil membobol pertahanan kota bersejarah tersebut. Peninggalan-peninggalan Zaganos masih tersisa di wilayah Edrine berupa masjid, dapur umum, dan pemandian umum. Sayang awal ke-Islam-an Zaganos tidak diketahui secara umum.
3. Ibrahim Muteferrika (1674 – 1745 M), duta dinasti Turki Utsmani untuk Prancis dan Swedia

Ibrahim Muteferrika adalah seorang berdarah Hungaria yang di kemudian hari memeluk Islam. Ia menjabat sebagai duta dinasti Turki Utsmani untuk Prancis dan Swedia pada saat dinasti tersebut sedang mengalami stagnansi inovasi.

Usai tugas di kedua negara Eropa Barat tersebut, Muteferrinka kembali ke Istanbul membawa ide Renaisans dan penggunaan mesin cetak. Dengan bantuan alat tersebut ia berhasil mengkopi atlas, kamus, dan buku-buku Islam. Di antara banyak karya yang dicetaknya, ada atlas buatan ahli geografi terkenal Katip Çelebi yang dibuat pada tahun 1728. Atlas tersebut memuat ilustrasi dunia dengan detail dan tingkat presisi yang mengagumkan untuk ukuran saat itu. Satu diantara isi dari serial Cihannuma (Geografi Alam Semesta) yang diilustrasikan oleh buku peta cetakan pertama tersebut adalah peta Indonesia.
Muteferrinka juga menulis dan mencetak buku-buku dengan berbagai topik, seperti sejarah, teologi, sosiologi, dan astronomi. Muteferrika meninggal di Istanbul. Patungnya hingga kini berdiri tegak di Sahaflar Çarşısı, Grand Bazaar, Istanbul.
4. Alexander Russel Webb (1846 – 1916 M), diplomat Amerika.

Di akhir abad 19, dunia jurnalistik Amerika mulai memasuki era baru. Pengaruh dunia tulis-menulis sangat besar dan efektif dalam membentuk opini di masyarakat. Salah seorang yang berperan dalam perkembangan tersebut adalah Alexander Russel Webb.
Webb dilahirkan dari orang-tua beragama Kristen, namun semakin hari agama tersebut malah menimbulkan keraguan baginya, hingga hilanglah kepercayaannya dengan agamanya tersebut. Setelah kepercayaan terhadap agama Kristen hilang, ia mulai membuka diri dan mempelajari agama-agama selain Kristen.
Penunjukkan dirinya sebagai seorang pejabat kedutaan Amerika di Philipina pada tahun 1887, makin membuka ketertarikannya pada Islam. Ia mengawalinya ke-Islam-annya melalui paham Ahmadiyah. Namun ia terus belajar dan memperdalam ke-Islam-annya dengan menuntut ilmu ke berbagai negeri Islam dan bertemu dengan para ulama sehingga ia mendapatkan pemahaman yang baik tentang Islam dan terlepas dari pengaruh Ahmadiyah.
Tahun 1893, ia mengundurkan diri dari dunia diplomatik dan kembali ke Amerika. Di negeri Paman Sam inilah ia memulai dakwahnya menyeru kepada Islam. Dengan kemampuan jurnalistiknya, ia menulis sejumlah buku dan kolom-kolom opini di media masa menjelaskan kepada masyarakat Amerika tentang Islam. Di awal abad 20, ia semakin dikenal sebagai seorang Muslim yang giat dan vokal dalam mendakwahkan Islam di Amerika, bahkan Sultan Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, memberinya gelar kehormatan dari kerajaan sebagai apresiasi terhadap apa yang telah ia lakukan.
5. Muhammad Marmaduke Pickthall (1875-1936), jurnalis novelis Inggris.

Pickthall lahir dari keluarga kelas menengah Inggris dengan nama William Pickthall. Ayahnya adalah seorang pendeta Anglikan yang meninggal ketika ia masih kanak-kanak. Pada usia muda Pickthall mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap ilmu Bahasa termasuk bahasa Arab. Ia berharap suatu saat bisa memperoleh pekerjaan sebagai seorang konsuler di Palestina. Di usianya yang belum genap 18 tahun, ia memutuskan untuk berlayar ke Port Said, Mesir.
Perjalanan ke Port Said ini menjadi awal mula petualangannya ke negara-negara Muslim di kawasan Timur Tengah dan Turki. Keahliannya dalam berbahasa Arab telah memikat penguasa Ottoman. Atas undangan dari pihak Kesultanan Ottoman, Pickthall yang kala itu belum menjadi seorang Muslim, mendapat tawaran untuk belajar mengenai kebudayaan Timur. Hasinya, selama masa Perang Dunia I tahun 1914-1918, ia banyak menulis surat dukungan untuk Turki Usmaniyah.
Setelah akhirnya memutuskan memeluk Islam pada tahun 1917, Pickthall aktif dalam berbagai kegiatan dakwah. Ia mempunyai cita-cita besar untuk menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris. Ia berkeyakinan adalah tanggungjawab semua umat Muslim untuk memahami Al-Quran secara utuh. Cita-cita mulia tersebut akhirnya terealisasi 11 tahun kemudia, yaitu pada tahun 1928.
Karya Pickthall ini menjadi karya pertama penulisan makna Al-Quran dalam bahasa Inggris oleh orang Inggris asli. Karya mulia tersebut tercatat sebagai salah satu dari dua karya terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris yang sangat populer. Karya lainnya ditulis oleh Abdullah Yusuf Ali dari India.
Terjemah Al-Quran ke dalam Bahasa Inggris juga pernah dilakukan seorang mualaf, yaitu Leopold Weiss ( Muhammad Asad), jurnalis asal Austria/Hungaria yang tadinya memeluk Yahudi. Asad bahkan melengkapi terjemahan yang berjudul “The Message of the Qur’an” itu dengan tafsir singkat berdasarkan pengetahuannya dalam bahasa Arab klasik dan tafsir-tafsir klasik. “Road To Mecca” adalah salah satu buku tulisannya yang terkenal.
Akhir kata semoga Islam terus berkembang menyinari seluruh sudut-sudut dunia yang fana ini, aamiin yaa robbal ‘aalamiin.
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 14 Februari 2022.
Vien AM.
Diambil dari beberapa sumber:
https://republika.co.id/berita/ocdg6b313/4-mualaf-ini-pengaruhi-sejarah-dunia
https://republika.co.id/berita/q65cfd440/muhammad-marmaduke-pickthall-sang-mualaf-penerjemah-alquran
Leave a Reply