Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Kisah Para Sahabat’ Category

Thalhah bin Ubaidillah ra adalah 1 dari 10 sahabat  yang disebut Rasulullah saw sebagai calon penghuni surga sebagaimana hadist berikut,

“Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubeir masuk surga, Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah bin Jarrah masuk surga.” [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]

Thalhah bersama ke 9 sahabat yang dijamin masuk surga tersebut di atas, dan sejumlah sahabat lain juga termasuk dalam golongan As-Sabiqunal Al-Awwalun atau orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Bahkan masuk dalam 8 orang pertama yang memeluk Islam. Melalui ayat 100 surat At-Taubah Allah swt secara gamblang menyebutkan bahwa Allah swt menyediakan surga bagi mereka. 

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”

Masuk islamnya Thalhah.

Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy dengan nasab Thalhah bin Ubaidillah bin Ustman bin Amru bin Ka’ab hingga sampai pada Ka’ab bin Lu’ai yang merupakan leluhur Rasulullah saw. Kisah keislaman Thalhah yang ketika itu baru berusia 15 tahun dimulai ketika ia sebagai seorang pedagang  muda pergi ke Syam bersama rombongan kafilah dagangnya. Di kota Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.

Ia melihat seorang pendeta berteriak-teriak,”Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?”.

Ya, aku penduduk Makkah,” sahut Thalhah.

“Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.

“Ahmad siapa?”, tanya Thalhah keheranan.

Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda”, sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya,”Ada peristiwa apa sepeninggalku?”. “Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab mereka.

Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah.

Segera Thalhah mencari Abu Bakar As Siddiq. “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?” “Betul.” Abu Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakarpun mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah menceritakan pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu ia mengajak Thalhah untuk segera menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Masuk Islamnya Thalhah di lingkungan keluarganya bagai petir di siang hari bolong. Mereka terutama sang ibu  tidak mengira putranya yang dikenal santun tersebut secepat itu mengakui Muhammad sebagai seorang rasul bahkan langsung mengikutinya. Ibu dan seluruh keluarga besar beserta seluruh anggota  sukunya berusaha mengeluarkan Thahlah dari Islam.

Mulanya mereka bertindak dengan cara halus. Namun karena Thalhah tak sedikitpun goyah merekapun bertindak kasar. Mereka menyiksanya dengan berbagai cara. Dengan tangan terbelenggu di leher, Thalhah digiring, dan disepanjang jalan orang-orang mendorong, memecut dan memukuli kepalanya. Tak terkecuali ibunya yang sudah tua, terus berteriak mencaci makinya. Tentu saja Thalhah sangat sedih dan kecewa namun ia tetap bertahan. Walau akhirnya dalam waktu yang tak terlalu jauh, sang ibu dan saudara-saudaranya juga memeluk Islam.

Suatu hari pernah seorang lelaki Quraisy menyeret Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah. Kemudian mengikat keduanya menjadi satu dan seorang algojo mengeksekusi keduanya hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa menyedihkan ini di kemudian hari menjadikan keduanya digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.

Keteguhan iman dan keberanian Thalhah.

Selain itu berkat keteguhan dan perjuangannya dalam menegakkan Islam Thalhah yang gagah berani mendapat banyak gelar, diantaranya yaitu Assyahidul Hayy yang artinya syahid yang hidup. Gelar kehormatan tersebut didapat pemuda berbadan tegap dan kekar tersebut berkat perjuangan dalam perang Uhud. Ketika itu ia bersama sejumlah sahabat berusaha mati-matian melindungi Rasulullah dari kepungan musuh yang penuh rasa dendam ingin melumat Rasulullah dan tentara Muslimin karena  kekalahan musuh pada perang sebelumnya, yaitu perang Badar. 

Perang yang terjadi pada tahun ke 3H itu nyaris dimenangkan pasukan Islam. Padahal jumlah tentara musuh jauh lebih besar ( 3000 personil) dibanding pasukan Muslim yang hanya 700 orang. Sayang kemudian berbalik akibat kelalaian 43 dari 50 pemanah yang bertugas melindungi kaum Muslimin di atas bukit tergiur oleh harta milik musuh yang tercecer di hadapan mereka. Padahal berkali-kali Rasulullah mengingatkan mereka untuk tetap berjaga pada tempatnya apapun yang terjadi.

Pasukan Quraisy dibawah panglima Khalid bin Walid yang ketika itu belum memeluk Islam berhasil menyerang balik dari arah belakang pasukan panah yang sibuk memunguti harta musuh. Keadaan menjadi kacau balau hingga membahayakan posisi Rasulullah yang berada di atas bukit. Para sahabat segera berusaha menyelamatkan Rasulullah. Akan tetapi sangat sulit bagi para sahabat untuk berkumpul di satu posisi.  Akhirnya mereka terpaksa berpencaran.

Dalam keadaan genting, Thalhah yang berada paling dekat dengan Rasulullah melihat Rasulullah bersimbah darah. Dua mata besi menancap pada pipi Rasulullah hingga mematahkan gigi dan merobek bibir bawah dan kening Rasulullah. Thalhah segera melompat ke arah Rasul. Dipeluknya Rasulullah dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengepungnya dari segala arah.

Akhirnya Rasulullah dapat diselamatkan dari amukan musuh. Thalhah memapahnya ke tempat yang aman dan bersembunyi di atas bukit Uhud. Tapi tak urung lebih dari tujuh puluh tikaman pedang dan panah melukai Thalhah, dan satu jari tangannya putus. Karena inilah, ia mendapat gelar Asy-Syahidu Hayyu atau seorang syahid yang hidup akibat banyak yang mengira bahwa Thalhah telah syahid, namun ternyata masih hidup.

Sementara di medan pertempuran pasukan Muslim bertempur mati-matian. Saking kacaunya, ada pasukan muslim yang membunuh muslim lainnya. Hal itu lantaran terjadi penyerangan dari depan dan belakang. Pada saat itu terlihat Mushab bin Umair yang mempunyai perawakan dan wajah mirip Rasulullah terbunuh dengan bendera perang d tangan.

Rupanya begitulah cara Allah swt menyelamatkan pasukan Muslimin. Yaitu dengan dimasukkannya persangkaan ke hati pasukan Musyirik bahwa Rasulullah telah tewas hingga merekapun kegirangan dan pulang meninggalkan medan perang.

Sementara itu di atas bukit, dalam keadaan luka parah Thalhah terus menciumi tangan, tubuh dan kaki Rasulullah seraya berkata, “Aku tebus engkau Ya Rasulullah saw dengan ayah ibuku.” Nabi SAW tersenyum dan berkata, ” Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh.” Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga.

Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan selain Assyahidul Hayy, juga “Burung elang hari Uhud” dan “Sang Perisai Rasulullah”. Terlihat jelas betapa tinggi keimanan, keikhlasan, pengorbanan serta  dan kecintaan Thalahah pada Islam dan Rasulnya.  Thalhah tercatat merupakan salah seorang sahabat yang selalu ikut berperang bersama Rasulullah. Kecuali dalam Perang Badar karena Rasulullah menugaskannya bersama Sa’id bin Zaid menuju Syam.

Kedermawanan Thalhah.

Selain dikarunia Allah swt kekuatan dan badan yang kekar, wajah yang tampan menyerupai Rasulullah, Allah swt juga menganugerahi Thalhah kemampuan berdagang yang mumpuni. Kekayaan Thalhah tidak kalah dengan Abdurahman bin Auf yang dikenal kaya raya.  Sama dengan Abdurrahman, Thalhah dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan hingga dijuluki  Thalhah Al-Jaud (Thalhah yang pemurah) serta Thalhah Al-Fayyadh atau Thalhah yang dermawan. Gelar ini diberikan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salah satu contohnya adalah ketika suatu hari ia membawa keuntungan dagang yang sangat besar yaitu 700 ribu dirham (setara dengan Rp 35 milyar sekarang). Malamnya bukannya tidur nyenyak seperti kebanyakan orang, Thalhah justru merasa tidak tenang dan gelisah. Melihat hal itu, istri Thalhah pun bingung dan menanyakan apa gerangan yang terjadi hingga kemudian bertanya, “Mengapa begitu gelisah, apakah aku melakukan suatu kesalahan?”

Thalhah menjawab, “Engkau tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja terdapat sesuatu yang mengganggu pikiranku. Pikiran yang tidak tenang sebagai hamba karena ada harta yang tertumpuk di rumahnya.”

Istri Thalhahpun menjawab, “Mengapa sampai risau begitu, bukankah masih banyak yang membutuhkan pertolongan melaluimu?” Dia melanjutkan, “Bagikanlah saja uang tersebut esok hari pada orang-orang yang membutuhkan.”

Thalhah begitu bahagia mendapati jawaban penuh bijak dari istrinya itu. Dia berkata, “Semoga Allah selalu merahmatimu. Sungguh, kau adalah wanita yang mendapatkan taufik Allah.

Esoknya Thalhah membagikan keuntungan perniagaannya tersebut pada fakir miskin. Selain itu ia juga menggunakan uangnya untuk pernikahan anak-anak muda di keluarganya dan mencukupi kebutuhan keluarga yang tidak mampu.

Kedermawanan Thalhah juga terlihat ketika terjadi masalah dengan Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat dari 10 sahabat yang juga dijamin masuk surga.  Alkisah Abdurrahman dan Thalhah mempunyai sebidang tanah yang letaknya bersebelahan. Suatu hari Abdurrahman bermaksud mengairi tanahnya lewat tanah Thalhah. Tapi oleh suatu sebab Thalhah tidak mengizinkannya. Abdurrahmanpun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Namun apa jawaban Rasulullah ?

“Bersabarlah, Thalhah adalah seseorang yang telah wajib baginya surga”. 

Abdurahmanpun menahan diri. Ia lalu mendatangi Thalhah dan mengabarkan apa yang disampaikan Rasulullah. Medengar itu, dengan suka cita Thalhah berseru, “Aku bersaksi kepada Allah, dan kepada Rasullulah  bahwa harta itu menjadi milikmu wahai saudaraku”.

Wafatnya Thalhah bin Ubaidillah.

Paska wafatnya Rasulullah saw, apalagi setelah wafatnya khalifah Abu Bakar ra dan terbunuhnya khalifah Umar bin Khattab ra, kondisi kehidupan kaum muslimin menjadi sangat kacau. Terjadi kerusuhan besar akibat fitnah mengerikan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan ra yang menggantikan Umar.  Ali bin Abi Thalib ra kemudian diangkat menggantikan Ustman.

Namun orang-orang munafik terus menebar fitnah dan hasutan, mereka mengadu domba umat Islam sehingga terjadilah peperangan yang dinamakan perang Jamal yang membuat umat terpecah menjadi 2, yaitu antara yang memihak Aisyah ra dan yang memihak Ali bin Thalib ra. Dengan suatu alasan yang diyakininya, Thalhah memilih berada di pihak Aisyah ra.

Dalam perang tersebut banyak korban berjatuhan. Khalifah Ali menangis dan menghentikan peperangan meskipun saat itu dalam keadaan menang. Ali selain meminta Aisyah yang kemudian menyesal mengapa harus berperang dengan Ali untuk berdamai, , juga meminta Thalhah dan Zubair yang juga berpihak kepada Aisyah ra, untuk hadir melakukan perdamaian. Ali mengingatkan Thalhah dan Zubair akan berbagai hal termasuk sabda-sabda Rasulullah tentang mereka bertiga. Thalhah dan Zubair menangis mendengarkan perkataan Ali.

Thalhah dan Zubair akhirnya memutuskan untuk mundur dan menghentikan pertempuran. Kemudian keduanya menemui pasukannya. Akan tetapi, orang-orang munafik tidak puas dengan keputusan ini. Maka merekapun membunuh kedua sahabat tersebut dengan cara memanah mereka. Karena luka yang sangat dalam dan darah yang terus mengalir deras Thalhah bin Abu Ubaidillah, Sang Perisai Rasul akhirnya meninggal dunia. Ia wafat  dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah. Tragedi memilukan tersebut menambah kedukaan yang amat mendalam bagi kaum Muslimin.  

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 31 Agustus 2023.

Vien AM.

Read Full Post »

Saad bin Abi Waqqash adalah 1 dari 10 sahabat yang dijamin surga. Ia lahir dari keluarga bangsawan Quraisy yang kaya raya. Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman Rasulullah SAW meski usianya jauh lebih muda, ia lahir di Mekkah pada tahun 595 M. Wuhaib adalah kakek Sa’ad sekaligus paman dari Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. 

Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah”, demikianlah Sa’ad yang sejak muda belia hobby memanah memperkenalkan dirinya dengan bangga. Hobby yang mampu mengajarkan bahwa hidup harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Dengan tepat Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda. Tak salah bila ia dikenal sebagai pemuda yang serius, cerdas dan tenang. Sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah saw,

Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah”. (HR Bukhari dan Muslim). Sementara, dalam kesempatan lain, Rasullullah bersabda, “Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).”(HR Muslim).

Karakternya inilah yang berhasil membukakan pintu Islam baginya. Disamping tentunya karena ia telah mengenal pamannya yang dikenal jujur dan amanah. Sa’ad sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Abu Bakar yang memperkenalkan Islam padanya. Ia langsung menerima ajakan sahabat nabi tersebut. Padahal ketika itu ia baru berusia 17 tahun, usia dimana jiwa sering memberontak demi menunjukkan jati dirinya. Sa’ad menyatakan keislamannya bersama beberapa orang sahabat lainnya yaitu Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam yang ketika itu berusia 16 tahun serta Thalhah bin Ubaidillah di usia 14 tahun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibu yang sangat ia cintai dan hormati. Dan ibunya, seorang pemeluk setia agama nenek moyangnya yang menjadikan berhala sebagai sesembahan, tahu benar hal tersebut. Itu sebabnya ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam ia mogok makan  dengan harapan putranya luluh dan mau membatalkan keislamannya demi sang ibu tercinta.

Namun apa yg dikatakan Saad?

Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh  puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”

Mendengar keteguhannya, akhirnya ibunyapun pasrah. Tak salah bila kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya  ayat 15 surat Lukman sbb:

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Setelah memeluk Islam, dengan kekuatan fisiknya Saad berjuang gigih membela ajarannya. Ditambah dengan akal yang selalu diasah mengantarkannya ke puncak karirnya, dengan izin Allah swt tentunya. Rasulullah SAW sangat bangga atas keberanian, kekuatan serta ketulusan iman keponakannya tersebut. Tak jarang nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!” “Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata Rasulullah saat Perang Uhud.

Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah SWT. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.” “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya,”. Abdurrahman bin Auf menjuluki Sa’ad bin Abi Waqqash dengan singa yang menyembunyikan kukunya.

Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu berlinang.

Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal Awwalun. Suatu hari di hadapan para sahabat, Rasulullah  berujar, “ Sesaat lagi akan datang kepada kalian seorang laki-laki penduduk surga,” tutur Rasulullah.

Tak lama, muncul Sa’ad bin Abi Waqqash bergabung dengan para sahabat. Abdullah bin Amr bin ‘Ash suatu hari meminta Sa’ad agar mau menunjukkan ibadah dan amalan istimewa apa yang kira-kira dapat menyebabkan Rasulullah menyebutnya sebagai penghuni surga.

“Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapapun,” kata Sa’ad.

Sa’ad pernah menjabat sebagai penglima perang bersama Khalid bin Walid ra dalam penaklukan Persia dan membebaskan ibu kotanya, Kisra. Ia juga pernah menjadi amir (gubernur) di Kufah Persia. Pada tahun 651M, khalifah Ustman bin Affan ra mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka.

Lui Tschih seorang penulis Muslim China yang hidup pada abad 18 , dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi) menuliskan bahwa Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.

Catatan lain menyebutkan, Islam pertama kali datang ke China dibawa oleh Sa’ad bin Abi Waqqas yang datang dari Abyssinia (sekarang Etiopia), bersama 3 sahabat lainnya pada 616 M. Sa’ad kemudian kembali lagi ke China 21 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Ia datang dengan membawa salinan Alquran.

Utsman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Alquran dan menyebarkannya ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci tersebut. Pada kedatangannya yang kedua tersebut, Sa’ad berlayar melalui Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Dari sana kemudian ia berlayar ke Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalur Sutera.

Sa’ad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan hangat oleh kaisar Dinasti Tang, Gaozong (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya cocok dengan ajaran Konfusius.  

Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu keras baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Meski demikian, ia mengizinkan Sa’ad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou.

Sa’ad kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan China dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai momen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki dan direstorasi.

Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guangta, karena masjid dengan menara elok ini letaknya di jalan Guangta.

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar, perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.

Sa’ad menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H di Madinah, dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada. Namun pendapat lain mengatakan bahwa Saad meninggal di Guangzhou, China dimana ia menghabiskan sisa hidupnya, Sebuah pusara di kota tersebut diyakini sebagai makamnya.

Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan dimana, namun dipastikan ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China. Hikmah yang dapat kita ambil dari keberhasilan dakwah Sa’ad, yaitu pentingnya menguasai Bahasa dan adat kebiasaan penduduk negara yang dituju. Tak pelak lagi, Sa’ad bin Abi Waqqash ra selain seorang panglima besar juga adalah seorang diplomat ulung sejati.  

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 3 Juni 2023.

Vien AM.

Disarikan dari :

https://www.republika.co.id/berita/lxy715/kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

https://republika.co.id/berita/qezroi320/selain-saad-diduga-banyak-sahabat-yang-wafat-di-china

Read Full Post »

Jawab Rasulullah: “Perbanyak bersedekah niscaya kakimu menjadi ringan untuk masuk surga!

Tidak bergeser kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ia ditanya tentang empat hal … tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan”. (HR. Tirmidzi no.2417, di-shahih-kan al-Albani dalam Shahih at-Targhib no. 3592)

Sesungguhnya harta dan anakmu adalah ujian”. (Terjemah QS. At-Taghabun(64):15).

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Terjemah QS. Al- Isro (17):36).

Abdurrahman segera melaksanakan nasehat tersebut. Ia sedekahkan separuh hartanya. Pernah juga ia bagikan 700 ekor unta miliknya kepada penduduk Madinah.  Pada perang Tabuk ketika Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka, dengan segera Abdurrahman memenuhi seruan tersebut. Ia memeloporinya dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.

Hingga Umar bin Al-Khathabpun tak tahan untuk berbisik kepada Rasulullah,”Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”

Lalu Rasulullahpun bertanya kepada Abdurrahman, “Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?”

Ya,” jawabnya. “Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan.”

Berapa?” tanya Rasulullah lagi.

Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.”

Namun demikian kekayaan Abdurrahman bin Auf tidak pernah habis,  jatuh miskin apalagi bangkrut. Sebaliknya hartanya malah makin menggunung.

Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Terjemah QS. Ibrahim (14): 7).

Selanjutnya pada perang tersebut, Allah swt memuliakannya dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman menjadi imam. Tak lama Rasulullahpun tiba, lalu shalat di belakangnya sebagai makmum!

Sebagai seorang Muslim sejati, Abdurrahman juga tidak pernah lupa akan kewajibannya untuk berjihad, berperang melawan musuh-musuh Islam. Ia bergabung bersama para pasukan Muslim dalam berbagai perang, seperti perang Badar dan perang lainnya. Dalam perang-perang tersebut ia mengalami puluhan luka dan 2 giginya pernah tanggal. Dalam perang Uhud ia tercatat  sebagai yang tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Paska wafatnya Rasulullah, Abdurrahman selalu menjadi  satu diantara sahabat yang dipilih umat untuk memimpin umat Islam menggantikan Rasulullah. Pada saat pemilihan khalifah ketiga paska wafatnya khalifah Abu Bakar dan khalifah Umar bin Khattab, ia kembali terpilih sebagai calon khalifah bersama Ustman Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Namun kemudian ia mengundurkan diri dan memilih menjadi juri bagi ke dua calon lawannya. Dengan perhitungan dan pemikiran yang cermat akhirnya ia memilih Ustman bin Affan sebagai khalifah ke tiga. Selanjutnya Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia bertanya, “Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?”

Abdurrahman bin Auf,” jawab si petugas.

Aisyah berkata, “Rasulullah pernah bersabda, Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar.

Abdurrahman bin Auf wafat pada tahun 31 H atau 652 M, saat usianya menginjak 72 tahun. Tercatat pada akhir hayatnya tersebut bahwa ia meninggalkan harta sebesar 2.560.000 dinar (setara Rp 3.072 triliun). Ia meninggalkan wasiat bahwa hartanya dibagi menjadi 3 bagian: 1/3 dibagikan untuk modal usaha sahabatnya; 1/3 untuk melunasi hutang-hutangnya dan 1/3 lagi untuk dibagikan kepada fakir miskin. Abdurrahman berwasiat agar setiap Muslim yang ikut perang Badar dan masih hidup diberi 400 dinar dari hartanya.

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”. ( Terjemah QS. Al-Baqarah (2):180).

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah swt kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa’ad bin Abi Waqqash dan yang lain.

Dalam kata sambutannya, khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, “Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu.”

Salam sejahtera bagi Abdurrahman bin Auf, sang calon penghuni surga. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Hingga Allah Azza wa Jala ridho menjaga jiwanya dengan iman dan takwa … Masya Allah …

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;  (sambil mengucapkan): “Salamun `alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. ( Terjemah QS. Ar-Raad (13):22).

Akhir kata, semoga Allah swt memberi kita kemampuan untuk mencontoh dan mengikuti apa yang dilakukan Abdurrahman bin Auf, Sang Sahabat Bertangan Emas …  aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 26 September 2022.

Vien AM.

Read Full Post »

Abdurrahman bin Auf adalah seorang pengusaha kaya raya dari kalangan sahabat yang  sukses menjalankan usahanya. Ia tercatat sebagai sahabat yang terkaya di antara seluruh sahabat. Kekayaan tersebut didapat berkat anugerah Allah swt berkat kemahirannya berdagang yang sangat luar biasa. Namun demikian ia tidak lupa diri. Ia dikenal sebagai pribadi yang takwa dan dermawan. Tak salah bila Rasulullah memasukkannya sebagai satu diantara 10 sahabat yang dijamin Rasulullah SAW masuk surga.

Abdurrahman bin Auf lahir 10 tahun setelah tahun Gajah dengan nama Abdul Ka’bah atau Abd Amr dalam riwayat lain. Ia memeluk Islam pada usia 30 dan tercatat sebagai orang ke lima yang masuk  Islam atas ajakan Abu Bakar, teman dekatnya. Rasulullahlah yang memberinya nama Abdurrahman begitu ia memeluk Islam.

Seperti juga sahabat lain yang memeluk Islam pada awal ke-Islaman, Abdurrahman juga mengalami penyiksaan dari orang-orang musyrik Mekah. Ia termasuk di antara mereka yang berhijrah ke Habasyah (sekarang dikenal dengan nama Ethiopia) dua kali (yaitu hijrah pertama dan kedua). Pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah, Abdurrahman membawa seluruh kekayaan hasil perdagangannya. Namun dalam perjalanan kekayaannya tersebut dirampas oleh pemuka-pemuka Quraisy.

Sementara itu untuk memperkokoh rasa persaudaraan antara kaum Muhajirin ( pendatang dari Mekkah) dengan kaum Anshar ( penduduk Madinah) Rasulullah mempersaudarakan sejumlah sahabat Muhajirin dengan sahabat Anshar, termasuk Abdurrahman bin Auf. Rasulullah mempersaudarakannya dengan Sa’ad Ibn Rabiah, seorang Anshar kaya raya.

Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separuh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia …”, ucap Sa’ad sebagai tanda kasih sayangnya terhadap saudara barunya itu.

Akan tetapi Abdurrahman yang belum menikah itu dengan halus menolak tawaran tersebut. Ia tidak ingin merepotkannya. Sebaliknya ia hanya berkata, “Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini. Semoga Allah memberkahimu atas keluarga dan hartamu”.

Lalu kaum Ansharpun menunjukkannya pasar Bani Qainuqa. Abdurrahman memulainya dengan berjualan minyak samin dan keju di tempat tersebut. Berkat ketekunan dan kemahirannya berdagang, dan tentu atas izin Allah swt,  Abdurrahman selalu kembali ke rumah dengan membawa keuntungan yang tidak sedikit. Tak lama menjalani usahanya, Abdurrahman mendatangi Rasulullah seraya berkata, “ Yaa Rasulullah saya ingin menikah”.

Apa mahar yang akan kau berikan pada calon istrimu?” tanya Rasulullah.

Emas seberat biji kurma,” jawabnya.

Rasulullahpun bersabda, “Laksanakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.”

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya hingga ia mendapat julukan “Sahabat Bertangan Emas”.

Abdurrahman bin Auf sering memborong dagangan dari kota Syam untuk dibawa ke Madinah.  Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, Abdurrahman bin Auf seringkali membawa pulang 700 kontainer dagangan seperti barisan pawai yang tak ada putusnya.

Hingga suatu hari dalam sebuah majlis ilmu, ia mendengar Rasulullah menerangkan tentang perbedaan waktu hisab antara orang kaya dan orang miskin. “Kelak dihari kiamat, orang kaya akan lebih lama menjalani perhitungan amal dibandingkan orang miskin. Dan aku ada berada di barisan orang-orang miskin.”

Abdurrahman terhenyak. Sejak itu ia menjadi resah dan selalu merenung. Ia sering menangis setiap teringat apa yang dikatakan Rasulullah. “Aku tidak mau berlama-lama di Yaumul Hisab hanya karena kekayaan yang aku punya.’

Ya Allah, aku mohon miskinkanlah diriku dan masukkanlah aku ke dalam barisan orang-orang miskin bersama Rasulullah di hari akhir nanti”.

Yaa Allah jadikan aku ini miskin. Aku ingin seperti Mus’ab bin Umair atau Hamzah yang hanya meninggalkan sehelai kain pada saat meninggal dunia. Mus’ab bin Umair ketika jasadnya dibungkus kafan, kakinya tertutup tapi kepalanya terbuka. Ketika ditarik ke atas, kepalanya tertutup tapi kakinya terbuka”, rintihnya.

Abdurrahman bin Auf mencoba berbagai cara untuk dapat memiskinkan dirinya. Namun Rasulullah  mengatakan bahwa sahabatnya tersebut akan masuk surga dengan cara merangkak.

Kenapa ia masuk dengan merangkak tidak seperti sahabat lain yang berjalan sangat cepat ketika memasuki surga?”, tanya para sahabat keheranan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Sebab ia memiliki harta yang melimpah ruah. Ia harus mempertanggung-jawabkan titipan tersebut”.

Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”. ( Terjemah QS. At Takatsur (102): 8).

Betapa galaunya hati Abrurrahman. Suatu hari usai perang Tabuk, ia mendengar kabar bahwa kurma di Madinah yang ditinggalkan sahabat menjadi busuk. Lalu harganya jatuh. Abdurrahmanpun segera menjual semua hartanya, kemudian memborong semua kurma busuk milik sahabat tadi dengan harga setara kurma yang bagus. Betapa senangnya sang sahabat  mendapati semua kurmanya masih bisa menghasilkan uang meskipun busuk. Sementara Abdurrahman bin Auf juga gembira telah berhasil memiskinkan dirinya.

Tapi apa yang terjadi?? Tiba-tiba datang utusan dari Yaman membawa berita bahwa raja Yaman sedang mencari kurma busuk. Karena di negaranya sedang berjangkit wabah penyakit menular, dan obat yang bisa menyembuhkannya hanya kurma busuk. Utusan Raja Yaman segera datang menemui Abdul Rahman dan memborong semua kurma busuknya dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.

Allahu Akbar … Disaat Abdurrahman merelakan semua hartanya agar ia jatuh miskin, disaat itu pula Allah memberikan keberlimpahan harta berkali-kali lipat untuknya. Di saat orang lain berusaha keras menjadi kaya, di saat itu pula Abdurrahman berusaha keras menjadi miskin, namun selalu gagal.

Allah takdirkan Abdurrahman menjadi orang kaya selama hidupnya. Itu adalah ketetapan Allah yang harus ia terima dan jalani. Untuk itu maka ia memohon nasehat Rasulullah, bagaimana agar ia dapat masuk ke surga minimal berjalan kaki, tidak merangkak.

( Bersambung).

Read Full Post »

Abu Qilabah merupakan seorang sahabat Nabi SAW yang banyak meriwayatkan hadits. Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin Zaid al-Jarmi. Sepanjang hayatnya, sosok dari Basrah tersebut dikenal sebagai ahli ibadah yang zuhud. Ia wafat di Suriah pada tahun 104 hijriah.

Dialah sahabat Rasulullah SAW yang terakhir kali wafat. Orang-orang Muslimin yang pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW sebelumnya telah terlebih dahulu berangkat ke rahmatullah. Di antara keteladanan Abu Qilabah tergambar dalam kisah yang dituturkan Abdullah bin Muhammad sebagai berikut.

Suatu kali, peperangan berkecamuk di daerah sekitar Syam. Abdullah terlepas dari sesama prajurit Muslim dan terdampar di sebuah tanah lapang dekat pesisir. Bekal yang dimilikinya kian menipis, sedangkan dia sendiri tak tahu arah. Langkah kakinya terhenti. Samar-samar, dia melihat adanya kemah yang berdiri tegar diterpa angin gurun.

Abdullah pun mendekati tenda yang terkesan kumuh itu. Di dalamnya, dia mendapati seorang tua yang kedua tangan dan kakinya tak lengkap lagi. Tidak hanya itu, Abdullah kemudian menyadari, pendengaran orang tua tersebut tidak normal. Matanya pun telah rabun. Hanya lidahnya yang masih fasih berkata.

Diam-diam, Abdullah menyimak untaian kata dari lisan pemilik tenda itu. “Wahai Allah, berilah aku petunjuk agar dapat terus memuji-Mu sehingga aku dapat menunjukkan rasa syukur atas berbagai nikmat yang telah Engkau berikan. Sungguh, Engkau telah melebihkan diriku di atas kebanyakan manusia,” demikian ujarannya berkali-kali.

Abdullah tak dapat menahan rasa heran. Bagaimana mungkin, dengan kondisi fisik yang serba kekurangan, orang tua itu tetap melihat sisi positif dari kehidupannya? Dengan pelan, dia membisikkan pertanyaan ke pemilik tenda itu, sesudah beberapa lamanya mengucapkan salam.

Wahai, Tuan. Aku mendengarmu tadi berkata demikian. Dan engkau baru saja menyatakan, Allah telah melebihkanmu atas banyak orang. Nikmat apa yang telah Rabbmu anugerahkan sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut? Apa kelebihan yang engkau maksudkan?”

Yang ditanya kemudian berkata, “Bagaimana mungkin engkau tidak melihat apa yang telah dilakukan Tuhanku kepadaku? Demi Allah, seandainya ada halilintar datang menerjangku, menghanguskan tubuhku, atau gunung-gunung diperintahkan-Nya untuk menindihku, atau laut menenggelamkanku, bumi menelan tubuhku—dengan itu semua aku akan tetap bersyukur kepada Rabbku. Bahkan, aku kian bersyukur! Sebab, Dia telah memberikan nikmat berupa lidah ini.”

Orang tua itu menunjuk pada bibirnya. Abdullah masih menunjukkan raut wajah heran.

“Wahai, hamba Allah,” lanjut sang tuan rumah, “Engkau telah datang ke dalam tendaku, mungkin engkau memerlukan bantuan?”

Sebelum Abdullah sempat menjawab, orang tua itu lebih dahulu berkata. “Kalau diriku, memang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongmu. Aku tidak mampu bergerak bahkan bila ada bahaya sampai ke tenda ini. Hanya saja, aku memiliki seorang anak laki-laki. Kepada dialah aku sering meminta pertolongan. Bila tiba waktunya shalat, dia membantuku untuk berwudhu. Kapanpun aku lapar, dia datang dengan makanan lalu menyuapiku. Ketika aku haus, dia memberiku minum,” tuturnya.

Abdullah melihat ke sekeliling bagian dalam tenda ini. Tak satupun dia melihat orang selain dirinya sendiri dan orang tua ini. Seolah-olah menjawab keheranan itu, sang pemilik tenda itu menjelaskan lagi.

Namun, sudah tiga hari belakangan ini aku tidak lagi mendengar atau melihat anakku itu. Aku kehilangan dirinya. Bila engkau berkenan, wahai musafir, apakah bisa engkau menemukannya? Semoga Allah membalas kebaikanmu,” ujar sang orang tua dengan nada meminta.

Abdullah yang awalnya datang hendak meminta pertolongan kini menjadi pihak yang menolong. Sesungguhnya, dia bisa saja mengabarkan kepada orang tua itu, betapa daerah kosong pesisir pantai ini tak dijumpainya orang satu pun. Akan tetapi, sebaiknya jangan memupus harapan sebelum benar-benar berupaya.

Abdullah pun keluar dari tenda kecil itu. Dia berjalan ke sana-kemari, mencoba menelusuri keberadaan si anak yang hilang. “Demi Allah, aku menunaikan keperluan terhadap saudaraku yang seiman. Insya Allah, Allah memberikan pahala yang besar kepadaku“, gumamnya di dalam batin.

Tiba-tiba, Abdullah mendapati jejak kaki manusia di dekatnya. Dia pun menelusuri terus. Sampailah dia pada pemandangan yang sangat memilukan. Bocah lelaki yang dicarinya itu ternyata sudah meninggal diterkam kawanan singa.

Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un! Bagaimana caranya aku memberitahukan hal ini kepada orang tua itu?”

Meski sempat terkejut, setelah beberapa saat Abdullah pun dapat meyakinkan dirinya sendiri. Bagaimanapun, orang tua itu (waktu itu Abdullah belum menyadarinya sebagai Abu Qilabah) harus mengetahui kematian anaknya ini. Biarlah Allah SWT yang menentukan bagaimana nasibnya nanti.

Assalamualaikum,” ujar Abdullah begitu memasuki tenda.

Waalaikum salam,” jawab orang tua ini, “Engkaukah itu yang tadi menemuiku?”

Ya,” kata Abdullah.

Bagaimana hasilnya dengan pencarianmu tadi? Adakah engkau berhasil menemukan anakku?

“Tuan, apakah engkau tahu tentang kisah Nabi Ayyub ‘alaihi sallam?” Abdullah mencoba membuka penjelasannya.

Tentu saja. Dia merupakan salah seorang rasul yang mulia.”

“Engkau mengetahui bagaimana Nabi Ayyub diuji oleh Allah SWT. Rabbnya telah mengujinya dengan harta, keluarga, dan anak-anaknya,” tutur Abdullah.

Tentu, aku tahu itu.

“Tahukah engkau bagaimana sikap Nabi Ayyub atas cobaan-cobaan itu?” tanya Abdullah lagi.

Ia selalu bersabar, bersyukur, dan memuji Allah,” jawab orang tua tersebut.

Sekalipun Nabi Ayyub dijauhi kerabat dan sahabat-sahabatnya?”

“Betul, ia tetap demikian, bersyukur dan memuji Allah. Langsung saja, apa maksudmu dengan menceritakan perihal Nabi Ayyub? Semoga Allah merahmatimu,” tanya orang tua itu karena merasakan ada maksud dari tamunya tersebut.

“Sungguh, aku telah menemukan putramu, tetapi dia telah meninggal dunia. Jasadnya ada di antara gundukan pasir dan diterkam kawanan binatang buas. Semoga Allah melipatgandakan pahala engkau yang bersabar atas musibah ini,” jelas Abdullah.

Segala puji bagi Allah. Dia telah menciptakan bagiku keturunan yang tidak bermaksiat kepada-Nya,” kata orang tua itu.

Tak lama kemudian, pemilik tenda tersebut menarik nafas panjang, dan meninggal dunia.

Inna lillah wa inna ilaihi roji’un….” ujar Abdullah.

***

Kini, Abdullah menjadi bingung. Apa yang akan dilakukannya terhadap jasad orang tua itu. Tidak mungkin membiarkannya begitu saja. Jangan sampai sekumpulan binatang buas mendeteksinya lalu memakannya.

Awalnya, Abdullah menutupi jasad tersebut dengan kain yang ada di dekatnya. Dia pun keluar dari tenda untuk mencari-cari bantuan. Tak disangka, Abdullah melihat dari arah nun jauh di sana. Beberapa orang sedang menunggangi kuda. Salah satu dari mereka tampak lebih rapi. Pakaiannya yang berwarna keperakan memantulkan sinar matahari. Abdullah pun berteriak dan melambaikan tangan kepada mereka. Orang-orang itu menyadari panggilan tersebut. Mereka pun mendekatinya.

Ada apa wahai hamba Allah?” tanya mereka.

Aku meminta bantuan kalian,” jawab Abdullah sambil menunjuk tenda asalnya, “Di dalam sana ada jenazah seorang tua. Dia baru saja meninggal.

Orang tua bagaimana?” tanya pria yang memakai baju mewah.

Abdullah pun menuturkan perawakan wajah serta kondisi fisik orang tua yang baru saja wafat itu. Orang-orang yang ada di hadapannya justru menjadi terkejut.

Bukankah beliau yang kita cari!?” seru salah satu di antaranya.

Mereka pun bergegas masuk ke dalam tenda. Pria yang berpakaian mewah lantas membuka penutup wajah jasad itu. Kemudian, dia memeluknya dan menangis tersedu-sedan. Menyaksikan itu, Abdullah tentu saja keheranan.

Ya Allah, Engkau telah memanggilnya. Dia yang matanya selalu jauh dari melihat hal-hal yang diharamkan-Mu. Dia yang selalu sujud tatkala orang-orang lelap tertidur,” serunya.

Siapakah orang ini. Mungkin Tuan dapat menceritakannya untukku?” tanya Abdullah. Setelah mereda tangisnya, orang itu pertama-tama memperkenalkan dirinya. Dia adalah seorang utusan raja Muslim yang memang ditugaskan untuk mencari-cari keberadaan orang tua tersebut.

Beliau yang wafat ini adalah Abu Qilabah al-Jarmi. Dia seorang sahabat Rasulullah SAW!” jawab utusan raja itu.

Kami mencarinya ke mana-mana sebab raja kami hendak meminta beliau untuk menjadi kadi istana. Akan tetapi, kabar itu lebih dahulu tiba kepadanya sehingga beliau lari dari negeri kami. Dia membawa serta seorang anak laki-laki. Tadi kami menemukan jasad putranya dimakan singa,” cerita pendamping utusan raja.

Akhirnya, Abdullah menyadari. Sahabat Nabi SAW bernama Abu Qilabah ini tidak ingin terseret menjadi ulama penguasa. Maka itu, ia lebih memilih menyingkir ke padang pasir yang tandus, meski akhirnya kehilangan kedua kaki dan tangannya, serta meninggal dunia.

Ketiga orang itu lantas mengurus jenazah Abu Qilabah dan menshalatkannya. Utusan raja itu kembali ke negerinya dengan hati yang amat sedih. [yy/republika].

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 20 September 2020.

Vien AM.

Dicopas dari : https://www.fiqhislam.com/agenda/tokoh/122998-abu-qilabah-sahabat-nabi-saw-yang-terakhir-kali-wafat

Read Full Post »

Older Posts »