Siapa tak kenal Umar ibnul Khattab, sahabat rasul yang mempunyai julukan Al Faruq’ yang berarti Sang Pembeda atau Sang Pemisah. Rasulullah memberikan julukan tersebut berkat ketegasan Umar memisahkan antara yang hak dan yang batil.
Ketika menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah, Umar tak segan-segan menindak siapa pun yang melanggar hukum.
“Sekalipun aku ini keras, tapi sejak semua urusan diserahkan kepadaku, aku menjadi orang yang sangat lemah di hadapan yang hak,” ujar Umar di depan rakyatnya.
Umar sebelum masuk Islam memang dikenal sebagai orang yang sangat keras. Ia sering menyiksa orang-orang Quraisy yang kedapatan meninggalkan agama nenek moyang mereka demi memeluk Islam. Ini ia lakukan semata karena keyakinannya yang begitu kokoh terhadap berhala-berhala yang menjadi sesembahan kaumnya ketika itu.
Hingga suatu hari rasulullah berdoa memohon kepada Allah swt agar Islam diberi kekuatan dengan masuk Islamnya seorang diantara Umar, yaitu Umar ibnu Khattab atau Amr bin Hisyam alias Abu Jahal. Dan ternyata Allah swt memilih Umar ibnu Khattab sebagai kekuatan Islam.
“Ya, Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar,” ucap Rasulullah.
Umar juga dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu ( rendah hati/tidak sombong). Sikapnya tersebut terlihat jelas dari penampilannya. Namun penampilan bersahaja tersebut sama sekali tidak mengurangi wibawanya sebagai seorang khalifah. Bahkan sikap tersebut mampu menarik musuh untuk lebih menghormatinya lagi.
Contohnya adalah Hormuzan. Hormuzan adalah panglima perang Persia yang gigih memimpin pasukannya menghadapi pasukan Islam, diantaranya yang paling sengit adalah dalam perang Jalula. Jalula adalah sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran.
Pasukan Hormuzan beberapa kali mengalami kekalahan. Namun Hormuzan sendiri selalu berhasil meloloskan diri. Selanjutnya setelah berhasil membangun kekuatan, ia kembali melakukan penyerangan terhadap Islam meski tetap saja kalah. Akhirnya Hormuzanpun menyerah dan menanda-tangani perjanjian damai serta menyerahkan jizyah sebagai buktinya.
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (Terjemah QS. At-Taubah(9):29).
Tetapi tak lama kemudian Hormuzan melanggar perjanjian yang dibuatnya sendiri yaitu dengan memimpin pemberontakan, menyerang dan membunuh rakyat sipil. Dua kali hal tersebut dilakukannya. Maka ketika akhirnya ia berhasil ditangkap, iapun dibawa ke Madinah untuk diserahkan kepada khalifah Umar.
Hormuzan dibawa ke Madinah dalam keadaan masih mengenakan pakaian kebesarannya yang mewah layaknya pembesar Persia, yaitu sutra bersulam emas dan berhiaskan permata.
Selanjutnya ia dibawa ke rumah Umar, namun tidak bertemu. Rupanya sang khalifah sedang tertidur di teras masjid dengan berselimutkan sarung lusuh. Di tangannya tergenggam sebuah kantong kecil berisi jagung. Terkejut Hormuzan dibuatnya.
“ Mana pengawalnya? Mana ajudannya??” tanya Hormuzan keheranan.
“ Ia tidak punya ajudan, tidak juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja”, jawab Anas ibn Malik yang mengantarnya.
“Kalau begitu ia adalah seorang nabi yang suci”, seru Hormuzan tertegun.
Singkat cerita, terjadilah percakapan antara Umar dan Hormuzan.
“Hai Hormuzan, tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu muslihat yang kalian lakukan terhadap Allah?” tanya Umar membuka pembicaraan.
“Dulu Allah berpihak kepada kami maka kamipun dapat menaklukkan kalian. Namun kini rupanya Allah berpihak pada kalian maka kalianpun menaklukkan kami,” jawab Hormuzan.
“Aku menawarkanmu memeluk Islam, sekadar saran agar engkau bisa selamat di dunia maupun di akhirat”, lanjut Umar.
“Aku tidak mau. Aku akan tetap berpegang pada agama dan keyakinanku. Aku tidak mau masuk Islam karena tekanan”, balas Hormuzan.
“Baik, aku tidak akan memaksamu“, jawab Umar.
” Sekarang apa yang engkau inginkan?” lanjut Umar lagi.
Sambil menatap tajam, Hormuzan menjawab, “Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan keinginanku”
“Jangan khawatir, katakan saja!“, balas Umar.
Hormuzan lalu mengatakan bahwa ia haus dan ingin minum. Umarpun memberinya semangkuk air.
Namun Hormuzan tidak segera meminumnya. “Aku kuatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum air ini”
“Jangan khawatir, minumlah!”, tegas Umar.
Hormuzanpun menegukkan minuman tersebut. Setelah itu sambil menatap Umar, ia berkata” Sungguh engkau telah nyata memberikan jaminan keselamatan padaku. Sekarang aku mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bahwa Muhammad adalah rasul Allah, dan bahwa ajaran yang dibawanya adalah benar datang dari Allah.”
“Akhirnya engkau memeluk Islam. Tapi, mengapa tidak sejak tadi engkau ucapkan syahadat itu?”, tanya Umar.
“Aku tidak mau orang menyangka kalau aku memeluk Islam karena takut dibunuh”, tegas Hormuzan.
Umarpun berkata, “Memang benar! Orang-orang Persia memang punya cara berpikir yang hebat. Layak kalau mereka mempunyai kerajaan besar.” Lalu Umar memerintahkan asisten-asistennya untuk menghormati dan berbuat baik kepada Hormuzan.
Namun apa lacur beberapa tahun kemudian ketika Umar wafat karena dibunuh oleh seorang budak bekas Majusi Persia bernama Fairuz yang bergelar Abu Lu’luah, bekas panglima Persia itu ternyata ikut terlibat perbuatan keji tersebut. Na’udzubillah min dzalik.
Di kemudian hari kebencian orang-orang Persia yang merasa Islam telah merenggut kebesaran kerajaan mereka adalah pangkal lahirnya Syiah. Mereka sejatinya memeluk Islam karena terpaksa demi mewujudkan dendam kesumat mereka.
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 19 Oktober 2020.
Vien AM.