Ada sebuah kisah terkait dengan amanah yang tidak akan pernah dilupakan oleh sejarah Islam. Kisah tentang Umar bin Khattab dan seorang gadis penjual susu yang jujur. Kisah ini terjadi ketika Umar bin Khattab diamanahi menjadi Khalifah sepeninggal wafatnya Rasulullah. Kala itu Umar bin Khattab sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari. Beliau akan mengawasi daerah-daerah pimpinannya dikarenakan khawatir ada rakyatnya yang sengsara.
Beliau juga beronda sendirian sekaligus menyamar sebagai rakyat biasa dengan pakaian compang-camping untuk menutupi identitasnya. Dikarenakan beliau ingin memeriksa sendiri dan memastikan bahwa rakyatnya bisa hidup layak. Beliau khawatir jika hanya mengutus ajudannya, ajudannya tidak akan menceritakan keadaan yang sebenarnya kepadanya. Beliau menutupi identitas aslinya pun agar tidak diketahui oleh rakyatnya sehingga beliau tidak harus dihormati sebagai kepala pemerintahan.
Pada suatu malam ketika beliau sedang bertugas malam beliau mendengar dialog seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
“Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”, berkata sang ibu dengan suara perlahan.
“Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”, jawab anaknya.
“Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”, desak ibuya lagi.
“Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”, jawabnya si anak berkeras.
Umar yang mendengar percakapan itu kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu, ia tetap mempertahankan kejujurannya. Amanah Amirul Mukminin ia tunaikan meskipun sang Amirul Mukminin tidak melihatnya. Hal ini ia lakukan karena ia tahu Allah lah yang senantiasa mengawasinya, apakah amanah itu ia tunaikan? Apakah ia tetap mempertahankan kejujuran meskipun kala itu ia sedang diberi ujian kemiskinan? Tetapi ternyata gadis ini memang berhati mulia, karena ia masih punya iman amanah yang disampaikan kepadanya ia tunaikan.
Jika saja saat ini orang-orang masih meninggikan keimanannya kepada Allah, tentu saja tidak akan ada amanah yang diabaikan. Meskipun sang pemberi amanah tidak selalu mengawasinya tetapi ia sadar Allah akan selalu mengawasinya. Karena ia pun takut akan hukuman yang Allah berikan, bukan takut kepada hukuman manusia semata. Apalagi bahaya lebih besar yang ditakutkannya pada hari kiamat yang akan menghampirinya jika amanah itu diabaikan.
Keesokan paginya, Umarpun memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.
“Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya,” kata Khalifah Umar. “Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut pada manusia. Tapi takut pada Allah yang MahaMelihat.” Ashim bin Umar menyetujuinya.
Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.
“Tuan saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami,” mohon sang ibu ketakutan.
Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya.
“Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anak saya … ” tanya ibu dengan perasaan ragu.
“Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketakwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah,” kata Ashim sambil tersenyum.
“Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur,” kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khlaifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. “Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian,” jelas Khalifah Umar.
Alangkah bahagianya ibu dan gadis tersebut.Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dalam menilai seseorang, bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Maka menikahlah Ashim dengan si gadis penjual susu. Pasangan tersebut sangat bahagia dan berhasil membahagiakan kedua orangtuanya. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz, yang sering disebut sebagai khalifah ke lima berkat kearifannya.
https://vienmuhadi.com/2009/11/17/keteladanan-umar-bin-abdul-aziz-amirul-mukminin/
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 5 Januari 2017.
Vien AM.
Disarikan dari :
http://www.pksbandungkota.com/2016/10/kisah-umar-bin-khattab-dan-gadis.html
Leave a Reply