« Riska ? », sapa Laras.
« Laraaas ?? Ya ampuun apa kabaar. Aduuh senengnya bisa ketemu kamu lagi. Berapa tahun ya kita g ketemu”, seru Riska langsung memeluk erat Laras.
Sore itu secara tidak sengaja Laras melihat Riska, sahabatnya di SMP, yang sejak lulus 23 tahun silam tidak pernah bertemu lagi. Usai lulus SMP Riska ikut kedua orang-tuanya pindah ke luar negri dan meneruskan SMA dan kuliahnya disana.
Ketika itu Laras sedang berjalan-jalan sendiri di sebuah mall. Saat itulah ia melihat sahabatnya itu sedang berdiri di depan sebuah toko buku. Laras segera mengenalinya. Riska tak banyak berubah. Hanya jilbabnya saja yang membuat ia berbeda.
Sayang pertemuan mereka berlangsung tidak begitu lama. Namun demikian cukup berbekas di dalam hati Laras. Suami Riska muncul tak lama setelah itu. Ia usai mengantri di kasir dan membayar buku yang dibelinya.
“ Nanti calling-calling yaa say, kita ketemu lagi yang lama ”, ujar Riska setelah mereka bertukar no hp. Lalu iapun segera menyusul suaminya yang orang bule itu, yang kelihatannya sengaja berjalan perlahan demi memberi kesempatan istrinya tercinta melepas rindu kepada sahabatnya. Dengan bergandengan tangan keduanyapun hilang dari pandangan Laras.
***
Malamnya Laras terlihat duduk termenung di rumahnya yang megah. Matanya kosong menatap pesawat televisi yang dinyalakannya. Penampilan Syahrini, penyanyi favoritnya, kali ini tidak mampu menarik perhatiannya. Pertemuannya dengan Riska sore tadi benar-benar membuat dirinya harus mengingat apa sebenarnya yang ia cari dalam hidup ini.
Bagaimana tidak, Riska yang telah 6 tahun menikah dan tidak kunjung dikaruniai keturunan, seperti juga dirinya, bisa tetap terlihat bahagia dan menikmati hidupnya. Sementara dirinya, hidup seperti dalam neraka. Setiap hari suaminya selalu menekuk muka, apapun yang dilakukannya selalu salah dan membuat suaminya uring-uringan. Akhir-akhir ini suaminya itu bahkan sering pulang larut malam. Kadang-kadang malah tidak pulang.
“ Apa yang aku cari … Rumah ini begitu besar dan mewah, namun aku hanya sendiri disini, sepiii … », desahnya.
“ Sabar say yaa, g usah terlalu dipikirin … Yakin deh pasti Allah memberi kita yang terbaik … Punya anak itu g gampang, banyak tanggung-jawabnya. Apalagi kan kamu kerja Ras, pasti bakal repot bagi waktu …. Yaah, nikmati ajalah … Aku g punya anak tapi aku tetep bisa main sama anak orang, anak teman-temanku, anak-anak yatim piatu juga buanyak banget … Banyakin shalat tahajud, puasa dll, kalau Allah sudah menakdirkan kita punya keturunan g mustahil lho 10 tahun perkawinan baru hamil “, kata-kata Riska sore tadi terngiang memenuhi telinganya.
“ Kalau Laras tahu keadaanku sekarang pasti ia akan kecewa sekali”, bisik Laras dalam hati. Tiba-tiba kerinduan untuk bertahajud, mengenakan mukena, bersujud memenuhi hatinya kecilnya.
“ Ya Allah berapa lama sudah aku tidak lagi melakukan hal seperti itu”.
Tanpa dapat dicegah lagi air mata Laras mengalir deras membasahi pipinya. Ia mengatupkan kedua tangannya menutupi wajahnya.
« Ya Allah maafkan hamba-Mu yang hina ini », isaknya.
***
« Ma, aku sudah memutuskan untuk menikah dengan Rio », kata Laras dengan suara perlahan kepada ibunya.
Ketika itu Laras dan ibunya sedang santai duduk-duduk di teras halaman belakang rumah mereka. Ibu yang waktu itu sedang menghirup teh kesukaannya langsung tersedak. Ia segera meletakkan cangkir teh yang baru setengah diminumnya. Setelah beberapa menit berlalu, ibupun berkata, “ Apa sudah kau pikirkan matang-matang? ”.
“Ibu sudah berkali-kali mengingatkan, pernikahan dengan agama dan keyakinan yang sama saja pasti ada saja permasalahan, apalagi berbeda … Dan yang pasti ayahmu tidak akan setuju kalau tahu kekasihmu itu bukan seorang Muslim”, lanjut ibu.
“ Tapi ma, mama kan tahu berapa umurku sudah, 32 tahun maa … berapa kali aku berpacaran dengan sesama Muslim tidak ada yang berlanjut. Teman-teman dekatku sudah menikah semua bahkan banyak yang sudah mempunyai anak. Masak mama tega sih aku jadi perawan tua” jawab Laras merajuk.
“Toh Rio baik, dia juga tidak pernah menyuruhku pindah agama. Janji ma, aku tidak akan meninggalkan agama kita, selama-lamanya”, lanjut Laras lagi dengan suara memohon.
Begitulah Laras memulai hidup barunya. Ia menikah dengan Rio yang baru dikenalnya beberapa bulan di rumah Rio, tanpa restu ayahnya. Hingga 2 tahun pernikahan mereka, ayahnya melarang keduanya menginjakkan kaki di rumah orang-tuanya. Namun secara diam-diam melalui telpon Laras sering bertukar kabar dengan ibunya. Laras baru dapat bertemu lagi dengan ibunya setelah ayahnya meninggal dunia tak lama setelah itu.
Ada sedikit penyesalan di hati Laras, karena ia tahu persis ayahnya benar-benar marah dan sakit hati atas apa yang dilakukannya itu. Bahkan ia tahu kalau ayahnya jadi sering sakit-sakitan sejak pernikahannya. Tetapi ia dapat segera melupakan semua itu karena Rio sangat mencintai dan memperhatikan dirinya. Hingga beberapa bulan setelah ayahnya tiada, Laras rela menggadaikan agamanya demi menyenangkan sang suami
Awalnya memang berat bagi Laras untuk meninggalkan shalat 5 waktu yang telah dilakukannya sejak kecil. Tapi sejak mula pernikahanpun sebenarnya shalat bagi Laras sudah kurang nyaman. Ketika itu keduanya masih tinggal di rumah orang-tua Rio yang kebetulan seorang pendeta. Hampir setiap mimggu mereka mengadakan semacam kebaktian di rumah mereka. Tak jarang ketika waktunya shalat tiba, dan Laras hendak shalat, ia disindir-sindir yang kampunganlah, yang sok, yang tidak toleranlah. Akibatnya Laras jadi jarang shalat, mengajipun hanya sekali-sekali ia lakukan.
Maka ketika akhirnya ia berpindah agama, ia disambut penuh sukacita oleh keluarga besar suaminya. Dan sejak itu iapun rajin pergi ke gereja bersama mereka, termasuk juga mengikuti aktifitas keagamaan lainnya. Dan sejak itu pula ia makin menjauh bahkan nyaris putus hubungan dengan keluarga besarnya sendiri maupun teman-teman karibnya. Hingga pertemuan tak sengajanya kemarin dengan Riska.
***
Riska rupanya menepati janjinya. Tiga hari setelah pertemuan kemarin, ia menelpon Laras, dan mengajaknya rendez-vous untuk berkangen-kangenan. Mulanya ada sedikit keraguan di hati Laras untuk memenuhi keinginan sahabatnya itu. Ia merasa tidak siap menghadapi reaksi Riska jika tahu ia sudah meninggalkan agamanya. Jujur, ia merasa dirinya « kotor » dibanding Riska yang terlihat begitu lembut dengan jilbabnya itu.
“ Ayo dong Ras, waktuku g banyak lho, minggu depan aku udah harus balik lagi ke Perancis”, desak Riska yang rupanya masih menetap di negri tersebut sejak lulus SMP dulu.
Akhirnya Laraspun luluh dan memenuhi permintaan sahabatnya. Ia sendiri memang rindu untuk ngobrol dan bernostalgia dengan karibnya itu.
« Iya Ras, suamiku bule, orang Perancis, teman kuliah hehe … Tapi dia masuk Islam koq, Alhamdulillah .. Malah sekarang dia lebih alim dari aku lho. Percaya g sih, dia yang rajin ngingetin aku bahwa jilbab itu wajib, jadi malu deh aku .. ».
Jleeb, jantung Laras langsung berdegub keras mendengar jawaban pertanyaannya sendiri, yaitu suami Riska orang mana. Keringat dingin mendadak membasahi sekujur tubuhnya. Jari jemari Laras tanpa dapat dicegah bergetar keras. Matanya serasa berkunang-kunang. Laras berusaha untuk tenang, ia menggigit bibirnya, matanya ia pejamkan.
« Laras, kenapa kamu ?? Laraass ?? Kamu sakit?? », terkejut Riska melihat keadaan Laras. Ia segera mengeluarkan tissue dari dalam tasnya dan menyeka keringat dingin yang membasahi dahi Laras.
“ Aku antar kamu ke dokter yaa?”, bujuk Riska lagi sambil memegang tangan sahabatnya itu.
Laras hanya menggeleng pelan. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia terharu melihat reaksi Riska yang begitu tulus. Dipandanginya wajah lembut dengan jilbab hijau pupus menutupi kepala dan rambut ikal sebahu yang dulu sering dilihatnya itu.
Setelah ia berhasil menenangkan diri, iapun berkata pelan, “ Riska, aku bukan Muslim lagi sekarang”.
Riska terhenyak, seolah tidak mempercayai pendengarannya” Apa? Kamu bukan Muslim lagi?? Maksud kamuuu … “. Laras hanya mengangguk tanpa berani mengangkat kepala apalagi memandang wajah Riska yang mendadak putih seperti kapas. “Becanda kamu”, bisik Riska.
Beberapa menit berlalu hening tanpa seorangpun berani memulai percakapan. Dan akhirnya Laras yang memecah keheningan “ Menurutmu, apakah itu sebuah kesalahan besar ? “
“ Aku sudah kepalang basah Ris, orang-orang terlanjur mencapku sebagai pezinah karena menikah dengan laki-laki non Muslim. Sementara agama suamiku mengatakan hanya dengan menjadi Kristen semua dosaku terangkat, dan aku dijamin masuk surga. Kau tahu semua orang pasti ingin masuk surga kaan … Salahkah aku?”, desak Laras mencari pembenaran.
Riska termenung, masih belum dapat menerima kenyataan bahwa sahabat kecilnya itu telah murtad. Beberapa waktu kemudian setelah ia dapat menguasai kembali gemuruh hatinya yang bercampur antara kecewa, sedih, marah dan ntah apa lagi Riskapun berkata pelan, “ Masalahnya apa betul apa yang mereka katakan dan janjikan itu ??”.
“ Kamu kan pasti tahu bahwa Yesus, Tuhan yang mereka sembah itu adalah manusia, ia bukan Tuhan tapi seorang rasul seperti juga nabi-nabi lain, seperti nabi Adam, Ibrahim, Musa, Sulaiman, Daud dan juga nabi Muhammad saw. Nah kalau yang disembah saja salah, bagaimana mungkin dapat menyelamatkanmu? Atau mungkin sekarang kamu juga yakin bahwa nabi Isa as adalah Tuhan?? Ya Allah, yang benar saja Laras …”.
“ Dan lagi, jika memang benar alasanmu meninggalkan Islam itu karena kau telah dicap sebagai pezinah, bukan itu solusinya. Bertobat dan kembalilah. Tentu kau tahu, bahwa dosa yang tidak terampuni dalam Islam hanyalah syirik, yaitu menuhankan selain Allah. Laah kalau kau masuk Kristen kan malah tak terampuni dosa dan kesalahanmu Laras … “, bisik Riska lembut.
Laras tetap diam, sebelum akhirnya menjawab lirih “ Maaf Riska, aku tidak mau dan tidak ingin berdebat soal ini denganmu”.
“ Oke, tapi setidaknya jawablah pertanyaanku, pernahkah kau membaca kitab suci mereka? Jujurlah bagaimana perasaanmu ketika membacanya, bandingkan dengan ketika kau membaca Al-Quran. Kau juga pasti tahu Injil maupun Taurat sudah di acak-acak sedemikian rupa hingga tidak lagi sesuai dengan aslinya. Alquran banyak menceritakan hal tersebut. Tidakkah kau ingat itu Laras ?”.
Laras berkata pelan. “ Jujur aku memang belum pernah membacanya. Tapi setiap kali aku ke gereja pada hari Minggu, aku selalu membaca dan menyanyikan lagu-lagu yang ada di Kidung Jamaat. Inilah ibadah rutin yang aku lakukan”, jawab Laras.
“Hmm, kidung … samakah itu dengan Kitab Kidung? Kitab Kidung adalah salah satu kitab dalam Al-Kitab yang sungguh tidak sepantasnya menjadi bagian dari sebuah kitab suci; kalimat-kalimat porno dan pelecehan para nabi banyak dijumpai di kitab tersebut ”, jelas Riska.
“ Ketahuilah Laras, aku baru saja selesai belajar Kristologi, yaitu ilmu tentang Ke-kristen-an. Ilmu ini sangat bermanfaat mengingat makin gencarnya Kristenisasi umat Islam di negri ini. Tapi sungguh aku tidak mengira kau adalah salah satu korbannya”, tambah Riska lagi, dengan nada sedih.
“Sudahlah Riska, aku benar-benar tidak ingin berdebat denganmu soal ini”, kata Laras setengah mohon.
“ Yaah, baiklah, tapi aku mohon pikirkanlah baik-baik sekali lagi, ini bukan hal main-main lho. Aku dapat merasakan bagaimana kecewanya kedua orang-tuamu”, jawab Riska lagi.
Mendengar itu air mata yang sudah berusaha ditahan agar tidak menetes akhirnya keluar juga. Laras segera berdiri, menyambar tasnya dan setengah berlari meninggalkan Riska yang terbengong-bengong. Riska segera membayar makanan dan minuman yang belum sempat mereka makan, dan segera mengejar Laras. Namun Laras sudah menghilang ntah kemana. Ia berusaha menelpon tapi tidak diangkat.
***
Malam itu Laras membolak-balik Alkitab yang ada di atas pangkuannya. Tapi ia kebingungan bagaimana memulainya, maklum ia memang tidak pernah membacanya. Ia penasaran dengan apa yang dikatakan Riska siang tadi mengenai Kitab Kidung.
“Aku harus membuktikan bahwa aku tidak salah pilih, supaya ayah dan ibu tidak terlalu bersedih akan keputusan yang aku ambil”, katanya dalam hati.
Laras merasa bahwa ia harus tegar dan tidak cengeng. Kata-kata Riska tadi benar-benar membuatnya sakit hati. Tapi ia juga dapat merasakan kebenaran perkataan karibnya, bahwa ia harus benar-benar memikirkan lagi keputusannya berpindah agama. Apalagi kini suaminya terlihat tak acuh padanya. Apa yang dicarinya? Namun Laras juga sadar agama bukan untuk main-main. Itu sebabnya ia membuka Alkitabnya, untuk pertama kali dalam hidupnya.
“ Tidak ada kata terlambat”, bisiknya.
Tetapi setelah setengah jam membolak-balik kertas halaman yang sangat tipis dari kitab tebal tersebut, Laras akhirnya menyerah. Ia menutup kitab itu, lalu membuka komputernya dan search “ Kitab Kidung “.
Laras mengernyitkan alis matanya, “ Hmm ini tampaknya yang dimaksud Riska tidak pantas menjadi bagian dari sebuah kitab suci”, keluhnya.
Karena rasa penasarannya Laraspun kembali membuka Alkitab yang ada di sebelahnya. Namun kembali ia harus kecewa karena tidak tahu bagaimana cara mencari bab-bab yang ada dalam kitab tersebut.
Pada saat yang sama, HP nya bergetar, tanda ada sms masuk. Dari Riska. Laras agak ragu mau membukanya. Tapi akhirnya ia membukanya juga
“ Laras, maafkan aku bila telah menyakitimu. Tapi percayalah itu semua karena rasa sayangku. Kau adalah tetap sahabat sejatiku Laras. Tolong, baca dan pelajari Alkitab, pliiizz .. Bila kau mengalami kesulitan aku punya kenalan yang sangat menguasai Alkitab. Bisa aku kenalkan kalau kau mau … «
Malamnya, Laras terlihat khusyuk menjalankan shalat malam. Sebagai ganti mukena ia memakai kain seadanya untuk membalut tubuhnya. Mukena yang dulu menjadi miliknya ntah sudah dimana, ia sudah tidak ingat lagi. Sementara sebagai ganti sajadah ia memanfaatkan karpet kecil yang ada di rumah. Ia merasa bersyukur malam itu Rio kembali pulang pagi hingga dengan leluasa ia dapat melakukan shalat malam, shalat yang selama beberapa tahun telah ditinggalkannya itu. Malam itu ia puas bersimpuh, sesenggukan, memohon ampunan kepada Tuhan, memohon agar diberi petunjuk dan kekuatan untuk melihat kebenaran.
***
Tiga hari kemudian Riska dan mb Inneke sudah berada di ruang tamu Laras. Laras yang mengundang Riska agar mau mengajak dan memperkenalkan Inneka, kenalan yang kemarin dijanjikan Riska, agar mau datang dan mengajarkannya bagaimana cara membaca Alkitab. Laras sudah memutuskan bahwa bila ia kembali, ia harus benar-benar yakin bahwa agamanya itu benar, dan sekaligus dapat menunjukkan kesalahan agama yang dianutmya sekarang. Ia tidak ingin lagi bermain-main dengan agama dan keyakinannya.
« Alkitab terbagi atas 2 bagian, yang depan itu, yang indexnya berwarna hitam adalah yang dinamakan Perjanjian Lama, orang Islam biasa menyebutnya Taurat, kitab yang diturunkan kepada nabi Musa as. Sedangkan bagian selanjutnya yang indexnya berwarna merah adalah Perjanjian Baru. Inilah yang dinamakan Injil, kitab yang diturunkan kepada nabi nabi Isa atau Yesus”, demikian Inneke memulai penjelasannya sambil menunjukkan Al-Kitab yang dibawanya, Al-Kitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia yang biasa dipakai umat Kristiani.
“ Satu hal utama yang harus kau ketahui yaitu, agama yang dibawa Yesus adalah khusus untuk bani Israel, bukan untuk semua bangsa. Jika kau tidak percaya, bukalah Matius 15:24”.
“Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” , begitu bunyi ayat yang dimaksud Inneke.
Inneke mengajarinya bagaimana cara membuka Al-Kitab. Selanjutnya ia meminta Laras agar membuka kitab Yohanes pasal 17 ayat 3 yang berbunyi ” Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus ».
Kemudian kitab Markus pasal 12 ayat 29, Ulangan 4:35, Ulangan 6:4 dan 2 Samuel 7:22, yang isinya kurang lebih sama, yaitu bahwa Tuhan itu adalah Allah, tuhan yang satu.
(Markus 12:29). Yesus menjawab, “Perintah yang pertama, ialah: ‘Dengarlah, hai bangsa Israel! Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
“ Dengan kata lain doktrin Tritunggal itu tidaklah benar… Yesus adalah seorang manusia, seorang utusan Tuhan bukan Tuhan itu sendiri. Begitu pula dengan doktrin penghapusan dosa melalui disalibnya Yesus. Yesus sejatinya sangat berduka menyadari dirinya harus disalib, meski ia tahu bahwa ia harus pasrah akan ketentuan Tuhannya. Ia sangat menyadari bahwa ia tidak memiliki kekuatan bahkan untuk menyelamatkan dirinya sendiri”, ujar Inneke.
“Mari kita buka Matius pasal 26 ayat 42 dan Yohanes 12 ayat 27. Perhatikan bagaimana Yesus berdoa kepada Tuhannya memohon agar ia luput dari penyaliban orang-orang Yahudi yang sangat memusuhinya”.
(42) Sekali lagi Yesus pergi berdoa, kata-Nya, “Bapa, kalau penderitaan ini harus Aku alami, dan tidak dapat dijauhkan, biarlah kemauan Bapa yang jadi.”
(27) “Hati-Ku cemas; apa yang harus Kukatakan sekarang? Haruskah Aku mengatakan, ‘Bapa, luputkanlah Aku dari saat ini’? Tetapi justru untuk mengalami saat penderitaan inilah Aku datang”.
” Menurutmu Riska, patutkah Tuhan disalib? meski alasannya pengorbanan demi umat manusia ?? “, tanya Inneke memancing.
” Mungkin kau masih ingat apa kata Al-Quran, bahwa Yesus tidak sempat disalib. Allah menyelamatkannya dari aib tersebut. Sungguh tak pantas seorang utusan mati dengan cara seperti itu. Bagaimana cara Allah menyelamatkannya ? Tidak ada yang tahu persis. Tapi itu bukan hal yang mustahil bagi-Nya. Sama seperti apa yang dilakukan-Nya ketika menyelamatkan Ibrahim dari hukuman bakar yang dijatuhkan raja Namrud”, lanjut Inneke.
Dengan penuh kesabaran, selama satu bulan penuh, seminggu 2 x Inneke membimbing Laras. Tak jarang ia mengajaknya untuk membandingkan ayat-ayat Al-Kitab dengan ayat-ayat yang mirip dengan yang ada di Al-Quran. Sayang Riska hanya bisa 2 kali saja menemani sahabatnya itu karena ia harus segera kembali ke Pau, kota kecil di selatan Perancis dimana selama beberapa tahun terakhir ia tinggal bersama suaminya.
***
Dear Riska yang baik, Assalamualaykum …
Terima kasih banyak sudah membantu menyadarkanku dari kesalahan yang telah kuperbuat. Tidak salah telah kau perkenalkan aku kepada mb Inneke. Ia begitu sabar membimbing, mengajari dan meyakinkanku bahwa Al-Kitab telah diselewengkan begitu rupa. Bahwa memang Islam yang dibawa para nabi dan utusan-Nya, adalah satu-satunya agama yang benar. Maka dengan izin-Nya aku sudah kembali Riska, Alhamdulillah …
Disaksikan mb Inneke, ibu dan saudara-saudariku pagi tadi aku telah bersyahadat, aku bersumpah tidak ingin lagi mengulangi kesalahan yang sama. Hanya dengan Islam aku akan terselamatkan meski aku tetap harus mempertanggung-jawabkan segala kesalahanku di masa lalu, kecuali bila Allah berkenan menghapusnya. Untuk itu aku berjanji untuk terus memohon ampunan-Nya …
Aku juga telah bercerai resmi dengan Rio, secara baik-baik …
Jujur baru kali ini aku menyadari alangkah beruntung Ia tidak menganugerahi aku seorangpun keturunan dari perkawinanku dengan Rio. Tak dapat kubayangkan bagaimana penyesalanku bila saja aku sampai mempunyai anak darinya.
Hal lain yang juga cukup membuatku gembira, Rio tidak mempersulit perceraian yang aku ajukan. Bahkan ternyata hal ini membuatnya terkagum-kagum akan hukum Islam yang membolehkan perceraian bila memang terpaksa. Kau pasti tahu bahwa Kriten mengharamkan hal tersebut. Hal yang selama beberapa tahun ini benar-benar menyiksa kami berdua.
Doakan Riska, semoga saja Rio tergerak lebih jauh mendalami Islam. Sejujurnya, 6 tahun dalam kebersamaan tidak mungkin hilang dalam sekejap. Aku masih mencintainya dan ingin agar ia juga terselamatkan. Tidak hanya itu, aku juga ingin agar dapat sebanyak mungkin menyelamatkan orang-orang yang selama ini tersesat, seperti aku dan Rio.
Salam kangen untukmu, sampaikan juga salam hormatku untuk suamimu tercinta.
Wassalam,
Sahabatmu yang berbahagia,
Laras
***
Jakarta, 24 May 2015.
Vien AM.
Leave a Reply