Seorang gadis kecil sedang berada di rumah sendirian. Ketika ia melongok keluar jendela, dilihatnya seorang lelaki agaktua menuju pintu rumahnya.
“Siapa gerangan?”, pikirnya.
“Sepertinya bukan orang dari lingkungan sekitar sini”.
Benar, tak lama kemudian terdengar ucapan,”Assalamualaykum “.
“Waálaykum salam”, jawab gadis itu. “Oh, mari silahkan masuk tuan. Mungkin sebentar lagi orang tua kami juga akan pulang karena setiap Magrib kami selalu shalat berjamaah”.
Tamu itu terpana. Ia mundur selangkah seraya bertanya, « Dimana orang tuamu ? Mengapa gadis kecil sepertimu berani mempersilahkan aku masuk ? Padahal kamu mengenal siapa aku ? »
« Ayah pernah mengatakan bahwa siapa saja yang mengucapkan salam tentu itu orang yang baik. Demikian juga almarhumah ibuku mengatakan, bahwa salam itu berarti mendoakan keselamatan dan memohon berkah Tuhan », jawab gadis kecil itu.
Tamu itu kagum mendengar ucapan gadis kecil itu. Karenanya ia merasa malu dan merasa bertanggung jawab untuk berlaku sopan. Tetapi ia masih ingin menguji gadis kecil itu.
« Apakah engkau tidak merasa takut tinggal di rumah sendirian ? »
« Siapa bilang saya sendirian tuan. Saya dan begitu juga tuan tidak pernah sendirian. Kita semua selalu didampingi pengawal setia Kiraman Katibin, yang akan mencatat segala amal perbuatan kita yang harus kita pertanggung-jawabkan dihari kiamat nanti. Tentu saja tuan lebih tahu dari pada saya », potong gadis kecil itu.
Tamu itu menunduk dan berpikir, « Pantas kampung ini tampak nyaman, aman, bersih, segar karena hampir tiada gerak untuk iblis di sini », gumamnya dalam hati.
Ketika ayah gadis itu pulang, keduanya berjabat tangan dengan akrab. Tuan rumah mengizinkan sang tamu bermalam di rumahnya.
« Disini jauh dari kota. Jadi yang bisa kami hidangkan hanya susu perasan sendiri. Silahkan tuan, » ucap orangtua tersebut mengeluarkan hidangan seadanya.
« Alhamdulillah !, ucap tamu itu.
« Mari diminim tuan ! », kata tuan rumah.
Setelah keduanya minum susu perahan itu, sang tamu kemudian bertanya, “Berapakah susu yang dapat diperah setiap hari dan berapa ongkosnya ? »
« Kira-kira tiga puluh liter setiap harinya dan tidak pakai ongkos karena rumputnya tinggal dicari dan kami menggembalakannya sendiri. Jadi tidak harus mengeluarkan upah untuk orang lain ».
Tamu itu mengerutkan dahi. “Seharusnya ada upeti buat raja disini karena hasilnya cukup lumayan banyak”, kata sang tamu.
“Tapii …”, sela gadis kecil yang sejak tadi duduk bersama ayahnya itu. “ Semua berkah Tuhan akan sirna jika raja selalu menarik upeti dari rakyat karena itu adalah kezaliman”.
Lagi-lagi sang tamu terperanjat mendengar ucapan gadis kecil itu. Ia merasa seolah-olah disindir. Alangkah lancangnya mulut anak ini. Gadis yang sejak pertama dikaguminya itu seakan-akan telah membaca suara hati dan niatnya. Sehingga semalaman ia sulit memejamkan mata. Tetapi memang diakuinya betapa tenang dan sederhananya hidup bapak dan anak itu. Tentu saja semuanya ini karena keyakinannya atas berkah Allah swt.
Pagi harinya seusai shalat Subuh, sang tamu diberi hidangan , makanan dan susu. Tapi tiba-tiba gadis kecil itu masuk dan berkata, “Tak seperti biasanya ayah! Si Bintik tak mau mengeluarkan susu. Biasanya ia yang paling banyak. Apakah ada niat dari raja untuk menarik upeti kepada kita yang terpencil ini?? Sebab bila raja berbuat zalim, maka berkah Allah swt akan hilang !”, serunya.
Tamu itu amat terkejut. Ia segera keluar bersama gadis itu menuju tempat sapi-sapi diperas, seraya berkata, “Tenangkan hatimu nak, raja tidak akan berbuat zalim. Aku akan pergi menghadap raja di istana. Akan kulaporkan kejadian disini agar raja menjadi sadar jika ia baik dan berusaha menyejahterakan rakyatnya tentu kita akan terus diberkahi Tuhan”.
“Baiklah,”, kata gadis itu sambil mengangguk.
Baru saja tamu menyelesaikan kalimatnya, dan gadis itu mulai mencoba lagi memerah susu. Sungguh ajaib, susu itu keluar lagi dengan lancarnya. Ini karena raja telah membatalkan niatnya yang buruk untuk menuntut upeti.
Tanpa sepengetahuan gadis kecil dan ayahnya, ternyata tamu yang menginap semalam tadi tidak lain adalah sang raja yang sedang menyamar melihat-lihat keadaan rakyatnya. Pada mulanya ia memang berniat mencari sumber-sumber baru untuk menarik upeti. Tapi dengan kejadian tersebut sang raja akhirnya membatalkan niatnya.
Demikianlah kiranya kita dapat mengambil pelajaran. Kezaliman seorang pemimpin akan membawa kesengsaraan bagi rakyatnya dan dijauhkan dari berkah Allah swt .
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 6 Februari 2014.
Vien AM.
Diambil dari : « Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam », karya Nasiruddin S, Ag,
Leave a Reply