Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Kisah 10 Sahabat Yang Dijamin Masuk Surga’ Category

Umar dan Surga.

Diriwayatkan dari Sa’id bin Zain bin Amr bin Nufail, Rasulullah saw bersabda, “Ada sepuluh orang dari kaum Quraisy yang akan berada di surga. Aku di surga, Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, az-Zubair di surga, Thalhah di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’d bin Abi Waqash di surga,” Sa’id pun berhenti sejenak, hingga para sahabat yang menyimak bertanya, “Siapa yang kesepuluhnya?” Sa’id pun menjawab, “Aku.”

Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”

Meski telah dijamin masuk surga tidak berarti Umar lengah dan bersantai-santai dengan perbuatannya. Bukti-bukti begitu banyak akan keseriusan Umar dalam hal tersebut. Salah satu mengapa ia begitu serius dalam menjalankan pemerintahan tak lepas dari hadist berikut,

“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang mengisi hari-harinya dengan ibadah, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah di mana keduanya bertemu dan berpisah karena Allah, seorang yang dibujuk berzina oleh lawan jenis yang berpangkat dan rupawan lalu menjawab, ‘Aku takut kepada Allah,’ seseorang yang bersedekah diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir di kesunyian dengan menitikkan air mata,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Juga kisah betapa sang khalifah mencari Uwais Al-Qarni, seorang pemuda biasa, demi mendapatkan doa darinya. Hal ini dilakukan karena Umar pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Apabila kalian bertemu dengan Uwais Al-Qarni, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan bumi. Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Dikisahkan dari hadis Riwayat Muslim dari Ishak bin Ibrahim, Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda fakir dan yatim, yang tinggal di negeri Yaman. Ia hidup pada zaman Rasulullah, bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Sedangkan Uwais sendiri mempunyai penyakit sopak, penyakit semacam kekurangan pigmen yang membuat kulit sekujur tubuhnya belang-belang. 

Uwais bekerja sebagai penggembala domba dengan hasil usaha yang hanya cukup untuk makan ibunya sehari-hari. Namun demikian Uwais dikenal seorang yang taat beribadah dan sangat patuh pada ibunya. Bahkan demi memenuhi keinginan ibunya berhaji ia rela membopong ibunya dari Yaman ke Mekah. Selanjutnya sepulang haji Allah swt memberi kesembuhan penyakit sopaknya. Yang tertinggal hanya tanda putih di telapak tangannya.

Namun ada satu hal yang sangat didambakannya  yaitu bertemu Rasulullah yang amat dicintainya. Yang saking cintanya ketika mendengar gigi Rasulullah patah karena dilempari batu oleh kaum Thaif yang enggan diajak dalam dakwahnya, Uwaispun segera mematahkan giginya dengan batu. 

Hingga suatu hari karena rindu yang tak tertahankan, ia mendekati ibunya, memohon izin agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibunyapun mengizinkannya. Sayang ketika Uwais tiba di Madinah, Rasulullah sedang bepergian dan hanya bertemu umirul mukminin Aisyah ra. Ia sangat ingin menunggu namun teringat pesan ibunya agar tidak berlama-lama meninggalkannya dan cepat kembali ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, Uwais memutuskan untuk pulang dan mengubur keinginan menggebunya berjumpa Rasulullah.

Sementara itu Umar tidak pernah melupakan pesan Rasulullah tentang Uwais. Setiap datang rombongan kafilah dagang dari Yaman Umar selalu menanyakan  keberadaan Uwais. Umar baru menemukan Uwais setelah beberapa waktu menjadi khalifah. Dan berkat tanda di tapak tangan yang disisakan Allah swt, Umar dapat mengenalinya dan memohonnya agar mau mendoakan dan mintakan ampunan Allah untuk dirinya. Umar tidak pernah merasa lebih baik dari pemuda biasa.     

Syahidnya Umar.

Umar wafat pada bulan Muharram tahun 644 M setelah 10 tahun berkuasa. Ia ditikam menjelang siap mengimami shalat Subuh di masjid tempat ia biasa shalat, di Madinah. Pembunuhnya adalah Abu Lukluk, orang Persia yang dibawa ke Madinah paska penaklukkan Persia. Padahal selama itu Umar memperlakukannya dengan sangat baik meski ia seorang budak. Abu Lukluk melarikan diri setelah menikam Umar sambil menikam siapa saja yang menghalanginya, hingga mengenai 13 jamaah, 7 diantaranya meninggal. Ada sumber yang mengatakan setelah itu ia bunuh diri dengan cara menikamkan belati beracun yang sama ke tubuhnya sendiri.     

Pembunuhan tersebut dilatar-belakangi rasa sakit hati atas kekalahan Persia yang kala itu merupakan negara adidaya. Namun sebagian sumber menyatakan pembunuhan tersebut adalah konspirasi yang dirancang musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Persia. Diantaranya adalah Hormuzan, mantan panglima Persia yang masuk Islam di hadapan khalifah Umar paska kekalahan pasukannya, kemudian ia menetap di Madinah.   

Ubaidillah putra Umar kemudian membunuhnya sebagai balas kematian ayahnya. Namun ternyata tidak semua sahabat menyetujui perbuatan Ubaidillah, termasuk Ali bin Abi Thalib. Meski  sebenarnya kesaksian dari Abdur-Rahman bin Abu Bakar dan Abdur-Rahman bin Auf cukup untuk membela perbuatan Ubaidillah. Anehnya lagi, pemeluk Syiah, hingga detik ini, malah menjadikan si pembunuh sebagai pahlawan. 

Peristiwa pembunuhan Umar telah diprediksi Rasulullah dalam hadist berikut: “Nabi saw naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. “Tenanglah Uhud!”, lalu nabi menghentakkan kakinya, “Tidaklah di atasmu melainkan seorang Nabi, As-Siddiq dan dua orang syahid.” (HR Bukhari).

Dua orang syahid tersebut adalah Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan, khalifah pengganti Umar. Umar sendiri pernah berdoa memohon agar ia mati syahid di tanah Arab.

Umar dikebumikan disamping makam Rasulullah dan Abu Bakar di Raudhah setelah mendapatkan izin dari umirul Mukminin Aisyah ra, yang sebenarnya menginginkan tempat terhormat tersebut untuk dirinya sendiri.

Umar meninggalkan wasiat agar kekhalifahan diambil dari hasil musyawarah 6 sahabat pilihan yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurahman bin Auf serta Saad bin Waqqash.  Dan ternyata musyawarah memutuskan Ustman bin Affan sebagai khalifah ke 3, menggantikan Umar. Dunia Islam sungguh berduka atas kehilangan khalifah yang amat dicintai dan dihormati seluruh rakyatnya itu.  

Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan, ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar)”.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 30 Desember 2024.

Vien AM.

Read Full Post »

Hijrah ke Madinah.

Pada tahun 622 M atau tahun 13 kenabian, kebencian orang-orang Quraisy terhadap kaum Muslimin yang jumlahnya baru sedikit itu makin menjadi-jadi. Penindasan dan penyiksaan makin sering terjadi. Puncaknya adalah upaya pembunuhan terhadap Rasulullah s.a.w yang dianggap sebagai pemecah kesatuan dan agama kaum penyembah berhala tersebut.  

Maka ketika Allah swt menurunkan perintah untuk hijrah ke Madinah ( dahulu Yathrib) maka para sahabatpun bergegas menunaikannya, termasuk juga Umar. Namun tidak seperti sahabat lain yang pergi meninggalkan Mekah di malam hari dan secara diam-diam sebagaimana arahan Rasulullah, Umar melakukannya kebalikannya. Yaitu di siang hari dan bahkan menantang siapa yang menghalanginya akan ia sambut dengan pedang.

Barang siapa yang ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim, atau istrinya menjadi janda, hendaklah ia menemuiku di balik lembah ini”, demikian tantang Umar berapi-api. Tapi tak ada seorangpun dari kaum Quraisy yang berani menjawab tantangan Umar tersebut hingga Umar bersama rombongannyapun melenggang ke Madinah tanpa sedikitpun hambatan.

Di Madinah Rasulullah dan para sahabat disambut baik oleh kaum Anshor. Kaum Anshor adalah penduduk Madinah yang telah memeluk Islam sejak peristiwa baiat Aqabah. Maka untuk memperkokoh persatuan dan persaudaraan Islam maka Rasulullahpun mempersaudarakan kaum Muhajirin ( kaum Muslimin yang datang dari Mekah) dengan kaum Anshor. Diantaranya yaitu Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik, Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’az bin Jabal dll.

Peperangan dan keselarasan Al-Quran.

Sesuai dengan julukannya sebelum memeluk Islam bahkan sejak muda yaitu Singa Padang Pasir, maka tak heran ketika memeluk Islampun, Umar dikenal sebagai seorang pejuang tangguh yang tak kenal takut. Dalam setiap peperangan dan pertempuran Umar tidak pernah ketinggalan. Ia dikenal sebagai salah satu orang terdepan yang selalu membela Rasulullah dan ajarannya. Bahkan terhadap kawan-kawan lamanya yang dulu bersama-sama menyiksa para pemeluk Islam, Umar tidak ragu menentangnya. Ia mempertaruhkan seluruh sisa hidupnya demi tegaknya ajaran Islam.

Dan berkat kecakapannya dalam hal tulis menulis dan berdiplomasi sebelum memeluk Islam, Rasulullah menjadikannya juru tulis andalan sekaligus duta Islam.  Umar menjadi sahabat terdekat sekaligus penasehat Rasulullah termasuk dalam strategi perang. Yang juga patut menjadi catatan, keputusan Umar ternyata sering sesuai dengan perintah Al-Quran yang ketika itu belum turun. Contohnya adalah sebagai berikut:

Usai kemenangan perang Badar melawan kaum musrikin Quraisy yang merupakan perang pertama Islam, Rasulullah meminta usul para sahabat apa yang harus dilakukan terhadap para tawanan perang. Umar mengusulkan agar mereka dibunuh sebagai balasan kekejaman mereka selama 13 tahun di Mekah.

Sebaliknya Abu Bakar mengusulkan agar para tawanan menebus diri masing-masing dengan apa yang mereka miliki, yaitu dengan harta atau kepandaian tulis menulis. Rasulullah memilih usul Abu Bakar. Namun kemudian Allah swt menegur keputusan tersebut dengan turunnya ayat 67 surat An-Anfal yang ternyata sesuai dengan usulan Umar.

Contoh berikutnya, suatu saat ketika Abdullah bin Ubay wafat, putranya memohon agar  Rasulullah menshalati tokoh munafik Madinah tersebut, Rasulullahpun memenuhinya. Namun Umar keberatan. Dan ternyata tak lama kemudian turun ayat mengenai larangan menshalati orang munafik sebagai ayat 84 surat At-Taubah berikut :

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo`akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

Ibadah dan pribadi Umar.   

Umar dikenal sebagai orang yang menggunakan banyak malamnya untuk senantiasa shalat malam dan berdzikir. Kebiasaan ini terus berlanjut bahkan ketika ia telah menjadi khalifah. Umar terbiasa terjaga di malam untuk shalat malam, dan siang hari untuk beribadah termasuk berpuasa demi hajat rakyatnya, sebagaimana  yang diceritakan istri maupun Mu’awiyah bin Khudayj, salah seorang jenderal Umar.

Mu’awiyah melihat sang khalifah terlihat sangat kelelahan dan mengantuk dalam duduknya. Kemudian bertanya, “Tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?”

Sungguh celaka ucapanku, atau sungguh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur malam hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu’awiyah?”, jawab Umar.

Umar bin Khattab adalah tetangga terdekatku. Aku tidak pernah mempunyai tetangga dan orang-orang di sekitarku sebaik Umar. Malam-malam Umar adalah sholat dan siang harinya adalah puasa demi hajat rakyatnya”, tetangga Umar bercerita.

Ayahku terus-menerus berpuasa kecuali saat hari raya kurban, hari raya fitri, dan dalam perjalanan,” ujar Abdullah putra Umar.

Umar juga sangat suka bersedekah. Dalam peristiwa perang Tabuk Rasulullah meminta umat Islam untuk bersedekah sedekah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Umar ra. menuturkan, “Rasulullah s.a.w menyuruh kami agar bersedekah. Kebetulan sekali saat itu aku punya harta cukup banyak. Aku berkata dalam hati, ‘Hari ini akan kuungguli Abu Bakar, karena selama ini aku tidak pernah unggul darinya.’ Aku menghadap Rasulullah s.a.w dengan membawa setengah hartaku. Rasulullah Saw. bertanya, ‘Berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sama dengan yang kubawa.’ Lalu datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah s.a.w bertanya, ‘Berapa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Hanya Allah dan Rasul-Nya yang kutinggalkan untuk mereka.’ Aku berkata, ‘Aku tidak akan pernah dapat bersaing denganmu lagi dalam apa saja”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Pada peristiwa lain, Umar pergi ke kebun kurma miliknya. Ketika pulang ia mendapati sejumlah orang keluar dari masjid usai menunaikan shalat Ashar. Sontak Umar berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku ketinggalan shalat jamaah!“. Bukan main kecewanya Umar tak sempat menunaikan shalat jamaah bersama mereka. Sebagai pelunasan atas rasa bersalahnya ini, iapun mengeluarkan  pengumuman, “Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin,” ujarnya.  Umar merelakan kebun lepas dari kepemilikannya, sebagai kafarat atas keterlambatannya melaksanakan shalat jamaah.

Umar juga dikenal sebagai seorang yang zuhud.  Saad bin Abi Waqqash bercerita, “Umar tidak mendahului kami dalam berhijrah, tetapi aku tahu satu hal yang membuatnya melebihi kami, dia orang yang paling zuhud terhadap dunia di antara kami semua”.

Ia selalu menolak jatah rampasan perang yang seharusnya memang haknya. Hingga Rasulullah berkata: “Terima dan simpanlah wahai Umar, kemudian sedekahkan!”. Bahkan jatah sebidang tanah di Khaibar yang sangat tinggi nilainyapun pokoknya ia wakafkan, sementara hasilnya disedekahkan kepada orang yang memerlukan, termasuk untuk membebaskan hamba sahaya. Ini ia lakukan sesuai jawaban Rasulullah atas nasihat yang ia mintakan.

Demikian pula dalam penampilan, Umar amat sangat sederhana. Dan ia menanamkan hal ini tidak hanya untuk dirinya tapi juga seluruh anggota keluarganya. Rasulullahlah yang membuatnya demikian. Ia senantiasa berusaha keras untuk mengikuti dan mencontoh apa yang Rasulullah lakukan. 

Suatu hari Umar melihat Rasulullah sedang tidur di atas tikar dari pelepah kurma. Tikar tersebut membekas dipunggung beliau, melihat itu air mata Umar menetes tak tertahankan, tangisannya mengenai tubuh Rasulullah. Rasulullah lantas tergerak dari tidurnya lalu terbangun, kemudian beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”

Dengan suara tersendat Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar ini membekas dipunggung engkau. Aku juga tidak melihat apapun di rumah engkau. Para raja tidur di atas kasur sutra dan tinggal di istana yang megah, sementara engkau disini. Padahal engkau adalah kekasih-Nya.”

Rasulullah kemudian menjawab sambil tersenyum, “Wahai Umar, mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sedangkan kita memiliki akhirat?”

“Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya”, lanjut Rasulullah.

Peristiwa tersebut benar-benar membekas di hati Umar. Tak salah bila Umar juga begitu mencintai Rasulullah karena sang kekasih Allah ini berkenan menikahi putri Umar yaitu Hafsah yang ditinggal mati suaminya. Padahal ketika itu Umar telah menawarkan kepada Abu Bakar dan Ustman bin Affan agar mau menikah putrinya, tapi keduanya menolak dengan alasan masing-masing.

Hafsah akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Utsman, dan Utsman akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Hafsah”, hibur Rasulullah melihat kekecewaan Umar. Dan ternyata Rasulullahlah yang menikahi Hafsah. Betapa bahagianya Umar.

Sakit, wafatnya Rasulullah dan pembaiatan Abu Bakar.

Ketika Rasulullah sakit keras dan akhirnya wafat, Umar tidak mempercayainya. Ia  mengganggap bahwa Rasullah tidak wafat melainkan hanya pergi sebentar menuju Tuhannya seperti halnya nabi Musa dulu. Namun ketika akhirnya Abu Bakar membacakan ayat 144 surat Ali Imran yang menyatakan bahwa Rasulullah hanya seorang manusia yang sewaktu-waktu bisa meninggal Umar sadar akan kesalahannya dan langsung jatuh pingsan. Kecintaan yang amat sangat terhadap Rasulullah yang membuatnya demikian. 

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. 

Setelah sadar dan yakin bahwa Rasulullah telah wafat, Umar segera memikirkan nasib dan masa depan umat yang baru seusia jagung itu, tanpa adanya Rasulullah. Perpecahan dan pemberontakan juga munculnya orang-orang yang mengaku nabi pada hari-hari akhir Rasulullah menghantui pikiran Umar. Harus segera ada seorang pemimpin yang mampu memimpin dan menyatukan umat Islam, begitu pikirnya.

Rasulullah memang tidak menyampaikan pesan apapun untuk suksesi pemimpin setelahnya. Tapi tanda-tanda bahwa Rasulullah condong kepada Abu Bakar terlihat jelas. Oleh sebab itu tanpa ragu Umarpun membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin,  yang kemudian diikuti yang lain.

Wahai Abu Bakar, bentangkan tanganmu! Bukankah nabi menunjukmu menggantikannya untuk menjadi imam shalat kami? Siapakah yang boleh membelakangimu, dan siapakah yang lebih layak daripada engkau? Engkaulah yang paling dicintai nabi, satu-satunya orang yang menemani Rasulullah di gua saat hijrah. Abu Bakar, kami membaiatmu sebagai pengganti Raulullah“, demikian Umar berkata.

Padahal sebelumnya Abu Bakar sempat berpidato agar memilih Umar sebagai pemimpin. Ini menunjukkan betapa tingginya akhlak Umar yang dengan rendah hati menolak dan tetap memilih Abu Bakar sebagai pemimpin umat. Ia tahu persis bahwa menjadi pemimpin adalah amanat yang maha berat apalagi Rasulullah s.a.w telah memperlihatkan kecondongan kepada Abu Bakar. Dan umatpun mencintai dan menaruh kepercayaan kepada Abu Bakar hingga ia mendapat gelar As-Siddiq atau orang yang sangat dipercaya.

Selama kepemimpinan khalifah Abu Bakar, Umar menunjukkan loyalitasnya yang sangat tinggi kepada Abu Bakar. Tak salah bila kemudian Abu Bakarnya mengangkatnya sebagai penasehat. Umar ini pulalah yang akhirnya berhasil meyakinkan pentingnya mengumpulkan lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Quran untuk disatukan dan disimpan dengan baik. Abu Bakar kemudian membentuk tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit. Maka dikumpulkanlah seluruh lembaran ayat-ayat Al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an, tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis yang ada waktu itu seperti tulang, kulit dan lain sebagainya. Dan setelah lengkap kemudian diserahkan dan disimpan Abu Bakar.

Paska wafatnya Abu Bakar, kumpulan ayat tersebut disimpan oleh Umar yang kemudian diserahkan dan disimpan oleh Hafshah, putri Umar sekaligus istri Rasulullah saw. Kemudian baru pada masa pemerintahan khalifah ke 3 yaitu Utsman bin Affan kumpulan ayat tersebut dibukukan dan menjadi dasar penulisan teks Al-Qur’an yang dikenal saat ini.

( Bersambung).

Read Full Post »

Siapa tak kenal Umar ibnul Khattab, satu dari khulafaur rasyidin, penerus kepemimpinan Rasulullah s.a.w, yang berhasil memperluas kejayaan Islam hingga keluar dari tanah Arabia. Seorang khalifah sekaligus sahabat dekat dan mertua Rasulullah saw. Padahal sebelumnya Umar adalah seorang yang sangat membenci Islam. Hingga suatu hari Rasulullah memohon kepada Tuhannya,   

Yaa Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.

Silsilah dan kelahiran Umar.

Umar bin Khattab dilahirkan di kota Mekkah pada tahun ke 13 setelah tahun Gajah, tahun dimana Rasulullah dilahirkan. Nama lengkapnya adalah Abu Hafsh Umar bin Al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Qarth bin Razah bin Adi bin Kaab bin Luaiy Al-Adawi. Silsilah Umar bertemu Rasulullah pada Ka’ab bin Lu’ay yang merupakan kakek buyut Umar di tingkatan ke 8.

Ayah Umar yaitu Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi, berasal dari suku bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dan merupakan suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Sedangkan ibunya adalah Hantamah binti Hasyim dari suku bani Makhzum. Ayah Umar merupakan sosok yang cerdas, sangat berani, dan disegani oleh masyarakat. Ia menikahi Hantamah dengan tujuan untuk mendapatkan banyak anak. Pada zaman itu banyak anak merupakan suatu kebanggaan.

Umar  Khattab tumbuh lebih cepat dari anak-anak seusianya.  Ia dikarunia Allah swt tubuh yang tinggi besar dan wajah yang tampan hingga terlihat sangat mencolok. Dan tidak seperti lazimnya anak Quraisy, sejak kecil Umar sudah diajari baca dan tulis.  Ketika Nabi Muhammad s.a.w diutus, hanya 17 orang dari seluruh kaum Quraisy yang dapat membaca dan menulis. Menginjak usia remaja, Umar bin Khattab bekerja sebagai penggembala unta milik ayahnya.

Umar juga dikenal sebagai penunggang kuda yang baik dan pegulat tangguh. Selain itu iapun mewarisi bakat orator dari ayahnya dan mendapat tugas meneruskan tugas ayahnya sebagai penengah di antara suku-suku Arab.

Masa kenabian.

Ketika Rasulullah diutus untuk menyampaikan Islam, yaitu sekitar tahun 1610 M, Umar yang ketika itu berusia 27 tahun, adalah seorang pemuda yang disegani dan ditakuti masyarakat Quraisy. Watak dan perangainya yang keras membuat ia dijuluki “Singa Padang Pasir”. Ia juga dikenal sebagai pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka. Umar termasuk orang yang paling banyak dan sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa mereka yang meninggalkan ajaran nenek moyang dan mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah s.aw.

Masuk Islamnya Umar.

Pada tahun ke 6 kenabian, kemarahan Umar makin tak terbendung. Pasalnya sebanyak 101 orang Quraisy ( 83 laki-laki dan 18 perempuan) diam-diam meninggalkan Mekah menuju Habasyah demi menghindari kemarahan orang-orang Qurasy yang makin memuncak. Umar geram karena Islam dianggap telah memecah belah kaumnya yang tadinya bersatu dalam ikatan agama dan kepercayaan nenek moyang yang telah berusia ribuan tahun secara turun temurun. Peristiwa hijrahnya ke 101 orang tersebut dikenal dengan  nama Hijrah ke Habasyah ke 2.

Maka dengan pedang terhunus, mata merah dan hati membara, Umar bergegas meninggalkan rumahnya.  Ia bermaksud membunuh Rasulullah s.a.w. Dalam Sirah karya Ibnu Ishaq, diceritakan bahwa dalam perjalanan ia bertemu dengan sahabatnya Nu’aim bin Abdullah yang diam-diam telah masuk Islam tetapi tidak memberi tahu Umar. Ketika Umar memberitahunya bahwa dia telah bersiap untuk membunuh Muhammad, Nu’aim berkata,

Demi Tuhan, kamu telah menipu dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah menurutmu Banu Abdu Manaf akan membiarkanmu berlarian hidup-hidup setelah engkau membunuh putra mereka, Muhammad? Mengapa engkau tidak kembali ke rumahmu sendiri dan setidaknya meluruskannya?“.

Nu’aim menyuruhnya untuk menanyakan tentang rumahnya sendiri dan mengabarkan bahwa saudara perempuannya, Fatimah dan suaminya telah masuk Islam. Setibanya di rumah, Umar mendapati adik dan iparnya, Sa’id bin Zaid sedang membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan oleh Khabbab bin al-Arat, seorang sahabat. Melihat Umar, Khabbab segera bersembunyi.

Umar segera menghampiri adiknya dan berusaha merebut lembaran yang sedang mereka baca. Umar bahkan sempat memukul Fatimah hingga terjatuh dan berdarah karena adiknya itu menolak memberikan lembaran tersebut. Umar terdiam, selanjutnya secara halus ia membujuk saudara perempuannya itu agar memberikan apa yang baru saja mereka baca.

Engkau najis, dan tidak ada orang najis yang dapat menyentuh Kitab Suci“. Namun Umar bersikeras hingga akhirnya Fatimah mengizinkannya dengan syarat ia membasuh tubuhnya terlebih dahulu. Karena rasa keingin-tahuan yang sangat tinggi, Umar mengalah. Segera ia membasuh tubuhnya dan setelah Fatimah menyerahkan lembaran berisi ayat 1-18 surat At-Thoha tersebut, iapun membacanya.  

Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”, dst …

Umar terguncang, ia merasakan suatu getaran ajaib meresap jauh ke ke relung hatinya yang terdalam. Segera ia memutuskan untuk menemui Rasulullah di Al-Arqam, sebuah rumah milik salah satu sahabat bernama Arqam bin Abil Arqam yang dijadikan tempat Rasulullah berdakwah.

Melihat kedatangan Umar yang mendadak, apalagi dengan pedang terhunus, para sahabat yang berada di rumah tersebut segera bersiaga. Mereka berusaha mencegahnya masuk. Namun Rasulullah dengan tenang menyuruh para sahabat untuk membukakan pintu dan mempersilahkan Umar masuk. Dan ternyata Umar datang memang bukan untuk membunuh Rasulullah melainkan menyatakan keislamannya. Rupanya Allah swt telah mengabulkan doa Rasulullah dengan memilihkan Umar bin Khattab yang merupakan petinggi Mekah untuk masuk Islam demi memuliakan Islam.   

Dan tidak seperti kebanyakan sahabat di awal kedatangan Islam yang sembunyi-sembunyi dalam ber-Islam, tanpa ragu dan takut Umar memperlihatkan keislamannya di depan orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul di sekitar Ka’bah. Umar pulalah yang kemudian mengusulkan agar Islam disebarkan secara terang-terangan tidak lagi sembunyi-sembunyi seperti sebelumnya.    

Usul tersebut disambut baik Rasulullah. Tak lama setelah itu, umat Islampun ramai-ramai memasuki area Ka’bah. Mereka terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama di bawah pimpinan Umar sedangkan kelompok kedua dibawah pimpinan Hamzah, paman Rasulullah yang baru memeluk Islam 3 hari sebelumnya.

Abdullah bin Mas’ud berkata,

Masuk Islamnya Umar adalah kemenangan kita, hijrahnya ke Madinah adalah kesuksesan kita, dan pemerintahannya berkah dari Allah. Kami tidak shalat di Masjid al-Haram sampai Umar masuk Islam. Ketika dia masuk Islam, kaum Quraisy terpaksa membiarkan kami shalat di Masjid”.

Kaum musyrik Makkah termasuk petinggi Mekkah seperti Abu Jahal dan Abu Sufyan terpaksa menahan amarah, tidak mampu mencegah perbuatan kaum Muslimin tersebut. Mereka tidak berani mendekati apalagi mengganggu umat Islam karena Umar dan Hamzah adalah dua simbol keperkasaan Quraisy pada saat itu.

Tak lama setelah itu turun wahyu dari Allah kepada Rasulullah untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan. “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. ( Terjemah QS. Al-Hijr(15):94).

Selanjutnya Umar yang di masa lalu pernah tega mengubur hidup-hidup putrinya yang pada masa itu mempunyai anak perempuan merupakan aib langsung berubah 180 derajat. Umar yang sebelum memeluk Islam dikenal sebagai peminum berat, begitu memeluk Islam ia sama sekali tak mau meminumnya lagi bahkan menyentuhpun tidak, meski saat itu belum diturunkan larangan meminum khamar secara tegas.

Umar juga tidak peduli ketika akhirnya harus kehilangan pengaruh dan kekuasaan bahkan dikucilkan dari masyarakat Mekkah dan dibenci para petinggi Quraisy. Tak salah bila kemudian Rasulullah memberinya julukan Al-Faruq yang artinya orang yang mampu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Umar disegani kawan dan ditakuti tidak hanya oleh musuh-musuh Islam tapi juga syetan yang sejatinya merupakan musuh Islam terbesar.

“Wahai Ibnul Khattab, Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya setan berpapasan denganmu, maka ia akan mencari jalan lain selain jalan yang kau lalui.” (HR. Bukhari no. 6085).

( Bersambung).

Read Full Post »

Keutamaan Ibadah Abu Bakar.

Selain dikenal sebagai orang yang sangat dermawan Abu Bakar ra juga dikenal sebagai seorang yang tawakal.  Dalam sebuah kisah disebutkan bagaimana Umar bin Khattabra  terpaksa mengakui keunggulan sahabatnya itu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Umar bin Khathab . Ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku. Rasulullah  bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini.’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa harta kekayaannya. Rasulullah  bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Aku telah menyisakan Allah dan Rasulullah  bagi mereka.’ Aku (Umar) berkata, “Demi Alloh, aku tidak bisa mengungguli Abu Bakar sedikitpun.“

Demikian pula dalam beramal ibadah, Abu Bakar selalu unggul. Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali berkata, “Aku”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.” (HR.Muslim, no.1028).

Ketika Rasulullah sakit keras beliau saw meminta Aisyah menyampaikan pesan kepada ayahnya, Abu Bakar, agar menggantikan Rasulullah memjadi imam shalat selama beliau sakit. Beberapa hari kemudian, ketika Rasulullah merasa kondisinya membaik, dengan dibopong  Ali bin Abi Thalib dan al-Fadhl bin Abbas, menuju ke masjid untuk mengerjakan Shalat Shubuh. Mengira Rasulullah sudah sembuh, para sahabat menyambut dengan gembira.

Abu Bakar yang ketika itu sudah berada di posisi imam segera bersiap mundur untuk memberikan tempat pada Rasulullah. Namun Rasulullah menepukkan tangannya di pundak sahabatnya itu dan memintanya melanjutkan posisi sebagai imam. Ternyata shalat tersebut menjadi shalat terakhir Rasulullah bersama para sahabat.

Menjadi Khalifah.

Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, para sahabat sangat berduka sekaligus kebingungan siapa yang paling pantas menggantikan Rasulullah untuk memimpin umat yang baru seumur jagung tersebut.        

“Wahai kaum Anshar, ingat kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, siapakah di antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar”. (HR.Ahmad, 1:282)

Maka sejak itulah Abu Bakar ra dibaiat menjadi khalifah. Berkat pidatonya yang menyejukkan pada saat pelantikan Abu Bakar ia berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sempat berselisih dalam hal penetuan pengganti Rasulullah. Berikut isi pidato tersebut,

Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku telah kalian percayakan untuk memangku jabatan khalifah, padahal aku bukanlah yang paling baik di antara kalian. Sebaliknya, kalau aku salah, luruskanlah langkahku. Kebenaran adalah kepercayaan, dan dusta adalah penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat dalam pandanganku, sesudah hak-haknya aku aku berikan kepadanya. Sebaliknya, orang yang kuat di antara kalian aku anggap lemah setelah haknya aku ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku masih taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi selama aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan kalian kepadaku. Laksanakanlah shalat, Allah akan memberikanmu rahmat”.

Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar begitu diangkat menjadi khalifah adalah melanjutkan pengiriman pasukan dibawah Usamah bin Zaid menuju Syam yang ketika itu berada dibawah dominasi Bizantium/Rumawi Timur. Ini dilakukan semata karena Abu Bakar tidak mau membatalkan apa yang diinginkan dan telah diniatkan Rasulullah saw, yaitu menunjukkan keberadaan dan kekuatan Islam. Rasulullahlah yang menunjuk langsung Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berusia 19 tahun untuk memimpin pasukan ke Syam. Namun di perbatasan keluar Madinah Usamah mendapat kabar bahwa Rasulullah wafat. Usamahpun berhenti untuk menunggu perintah selanjutnya.    

Para sahabat sempat tidak menyetujui pengiriman tersebut karena begitu Rasulullah wafat terjadi berbagai kekacauan. Mulai dari kabilah-kabilah yang tidak mau membayar zakat, pemurtadan hingga munculnya nabi-nabi palsu. Mereka khawatir Madinah akan diserang dari dalam. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya.

Demi Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW. Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan perintah itu”, demikian ia berpidato.

Abu Bakar bahkan melepas sendiri Usamah dengan berjalan kaki, sementara Usamah berada di atas punggung unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada Rasulullah yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Sebelum melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3000 prajurit, Abu Bakar menyampaikan pidato yang sangat menarik, “Berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia dan perempuan. Jangan menebang pohon, jangan merusak dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian”.

Selanjutnya untuk mengatasi pembrontakan yang terjadi, kebalikan dari Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam keras sikapnya kemudian menjadi lembut setelah memeluk Islam. Maka  Abu Bakar yang sebelumnya dikenal sabar dan lembut, sebagai khalifah ia dengan tegas mengirimkan pasukannya untuk mengatasi berbagai permasalan yang timbul.  Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat segera diperangi, hingga mereka mau melaksanakan kewajiban tersebut.

Sementara untuk memberantas kemurtadan yang dipimpin nabi palsu Musailamah al-Kadzab dari Yamamah dan Tulaihah bin Khuwailid dari Yaman, Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah panglima Khalid bin Walid untuk memerangi mereka. Hingga setelah kedua nabi palsu tersebut berhasil dikalahkan para pengikutnyapun kembali memeluk Islam.

Namun peperangan tersebut tak urung memakan korban yang sangat banyak.  Sebanyak 1.200 orang 39 diantaranya sahabat besar dan penghafal Al-Qur’an syahid. Hal inilah yang menjadi pemicu dihimpunkannya Al-Quran.

Aku khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Qur’an yang akan terbunuh sehingga Al-Qur’an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Al-Qur’an dihimpun,” kata Umar bin Khattab kepada Abu Bakar.

Abu Bakar tidak langsung menyetujui sahabatnya tersebut. Ia berpikir bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah saw. Namun setelah berdiskusi dengan para sahabat, akhirnya Abu Bakar sepakat dengan usulan tersebut. Lalu ia mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpunan Al-Qur’an. Proses penghimpunan atau kodifikasi Al-Qur’an terus berlanjut pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan disempurnakan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Abu Bakar menjadi khalifah memang hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya dua tahun tiga bulan. Namun demikian ia berhasil menyebar-luaskan ajaran Islam hingga ke Persia dan sebagian Syam. Tanah Syam secara keseluruhan baru berhasil dibebaskan dari penyembahan kepada selain Allah Azza wa Jala pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Abu Bakar menyiapkan rencana-rencana perluasan wilayah Islam setelah berhasil mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri.

Wafatnya Sang Khalifah.

Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 H (634 M). Ia meninggal di usia yang sama dengan Rasulullah saw  yaitu 63 tahun. Abu Bakar Sang Khalifah Pertama, menghembuskan nafasnya setelah mengalami demam beberapa hari. Ia dimakamkan pada malam hari itu juga disamping makam Rasulullah saw. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat agar dikafani dengan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari dan dimandikan oleh istrinya, Asma binti Umais, dan anaknya, Abdur Rahman.

Adalah Aisyah yang mendampingi Abu Bakar di akhir-akhir hidupnya.   Abu Bakar meminta agar putrinya itu menyerahkan seorang hamba sahaya, seekor unta penyiram tanaman, seekor unta penghasil susu, sepotong kain dan wadah untuk mencelup makanan kepada Umar bin Khattab ketika dirinya wafat. Segera Aisyahpun menjalankan amanat tersebut begitu ayahandanya tercinta wafat.   

Di akhir hayatnya demi masa depan umat Islam, Abu Bakar masih sempat memikirkan siapa yang paling pantas menggantikan dirinya. Maka setelah berdiskusi dengan sahabat-sahabat besar, Abu Bakar berwasiat bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang paling tepat. Abu Bakar juga sempat berwasiat agar uang yang diterimanya selama menjabat sebagai khalifah dikembalikan ke Baitul Maal.

Alangkah indah dan mulianya perjalanan hidup Abu Bakar sang khalifah sang kekasih. Sungguh amat sangat pantas mengapa Rasulullah menyebutnya sebagai satu dari  sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Semoga umat Islam terutama para pemimpinnya mampu menjadikannya contoh keteladan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta,   6 September 2024.

Vien AM.    

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/biografi-abu-bakar-menjadi-khalifah-hingga-wafat-kyVPb

Sumber https://rumaysho.com/26450-syarhus-sunnah-keutamaan-abu-bakar-ash-shiddiq.html

Read Full Post »

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Berikut 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).

1. Abu Bakar Siddiq ra.

Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”.

Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.

2. Umar Bin Khatab ra.

Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.

Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.

Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.

5. Thalhah Bin Abdullah ra.

Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.

6. Zubair Bin Awaam

Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa’ad bin Abi Waqqas

Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

8. Sa’id Bin Zaid

Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi’.

9. Abdurrahman Bin Auf

Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah

Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 7 Juli 2024.

Vien AM.

Sumber : dakwatuna.com

Read Full Post »

« Newer Posts - Older Posts »